Aparat gabungan menghancurkan tempat prostitusi legendaris di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Blok Jongor, namanya. Kawasan esek-esek atau sarang perempuan pekerja seks komersial (PSK) ini berlokasi di pinggir Sungai Kalijaga, Desa Mundu Pesisir, Kecamatan Mundu.
Proses pembongkaran belasan warung remang (warem) di tempat prostitusi legendaris itu berlangsung lancar. Tak ada perlawanan dari pemilik warem. Alat berat dilibatkan dalam proses pembongkaran.
Blok Jongor, salah satu tempat prostitusi yang sudah ada sejak 24 tahun silam. Tak jauh beda dengan tempat prostitusi lainnya. Penyedia kamar di tempat prostitusi tersebut berkamuflase sebagai warung kopi biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Camat Mundu Anwar Sadat mengatakan setiap warem di Blok Jongor itu rata-rata memiliki empat sampai enam kamar. "Pemilik warung membuat sekat-sekat kamar. Satu warung itu bisa sampai enam sekat kamar," kata Anwar kepada detikcom usai pembongkaran tempat prostitusi Blok Jongor Cirebon, Rabu (8/7/2020).
![]() |
Dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan aparat keamanan dan pemerintah setempat menemukan sejumlah barang bukti berupa bungkus obat kuat dan kondom yang berserakan di warem.
"Bukti-bukti kita temukan saat sidak, ada obat kuat, alat kontrasepsi. Ada juga minuman keras," ujar Anwar.
Tonton video 'Evolusi Bisnis Prostitusi':
Selain itu, Anwar mengaku adanya oknum yang berani menyewakan lahan untuk dijadikan warem. Padahal, lanjut dia, lahan yang dijadikan tempat prostitusi itu milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Ia mengatakan pemilik warung dimintai uang sewa sekitar Rp 700 ribu per bulannya. "Kita akan melacak oknum ini. Ya sewanya dari Rp 500 sampai Rp 700 ribu. Barang bukti sudah kita serahkan ke kepolisian. Ini sudah ranahnya polisi," tutur Anwar.
Anwar juga menemukan beberapa fakta lainnya tentang bisnis haram di Blok Jongor itu. Untuk tarif kencan dengan PSK dipatok sekitar Rp 250 ribu, sudah termasuk sewa kamar.
"Kamarnya itu sekat-sekat kecil. Alasnya cuma tikar," ucap Anwar mengungkapkan.
Aparat dan pemerintah setempat kerap merazia aktivitas prostitusi di tempat tersebut. Bahkan, pemilik warung sering membuat surat pernyataan, yang isinya tidak akan membuka bisnis haram lagi. Namun, hal tersebut tak membuat kapok pemilik warem.