Sarwiyah (73), seorang janda yang juga tukang urut dari Walantaka, Kota Serang, terpaksa menunda impiannya ke tanah suci. Padahal, niat bisa pergi berhaji sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Sarwiyah yang kesulitan berbahasa Indonesia menceritakan awal mula perjalanannya yang tertunda akibat pandemi. Tiga puluh tahun lalu sejak suaminya meninggal, ia bertekad mengumpulkan uang hasil jadi tukang urut dan berdagang nasi uduk atau pecel.
Uang itu ia kumpulkan dalam bentuk investasi emas dari ikutan arisan. Pada 2012 tabungan yang berpuluh-puluh tahun dikumpulkan ia gunakan untuk mendaftar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ibune dagang, dagang pecel, uduk segala pirang-pirang tahun maen arisan, dadi setiap 10 bulan narik ditongokeun ning emas. Ibune kan ngegerunek pengen pendaftaran haji didol si emase didaftar ning bank (Saya dagang, dagang pecel, uduk, terus ikut arisan yang setiap bulan 10 bulan dapat terus dibelikan emas. Saya kan ingin naik haji terus dijual emas untuk daftar di bank," kata Sarwiyah bercerita kepada wartawan di Kota Serang, Banten, Kamis (4/6/2020).
Niat berhaji ini ia tambatkan sejak 30 tahun lalu ketika suaminya meninggal dunia. Selain berdagang, ia juga kumpulkan uang dari jadi tukang urut.
"Kumpulnya lama bertahun-tahun nggak tahu berapa kali ngumpulkannya. Dagang dapat uang buat daftar haji," ujarnya lagi berbahasa lokal.
Namun, harapan puluhan tahun ini katanya tertunda akibat Corona. Ia sendiri mengaku dapat informasi penundaan dari kelompok haji yang ia ikuti. Padahal, segala persiapan mulai dari baju ihram, manasik haji dan lain-lain sudah ia dapat dan ikuti.
"Udah siap diumumin bulan Juni berangkat," ujarnya.
Harapan untuk tetap berangkat haji ia masih simpan kuat dalam hati. Ia meminta didoakan tetap sehat baik oleh keluarga dan orang yang ia kenal. Meskipun ditunda, ia berdoa tetap bisa diberangkatkan ke tanah suci pada tahun depan.
"Sekarang mah ikhlas aja, kata pemerintah tahun depan kalau sekarang ya sekarang, yang penting mah sehat aja dulu," pungkasnya.
(bri/mud)