Pandemi COVID-19 mengakibatkan terganggunya proses kegiatan belajar mengajar pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Salah satunya tradisi 'ngaji pasaran' yang rutin dilaksanakan mayoritas ponpes selagi Ramadhan.
Tradisi 'ngaji pasaran' bisa dibilang sebagai proses belajar mengajar tentang kitab-kitab saat bertepatan momen Ramadhan. Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui bahwa tradisi 'ngaji pasaran' memang terganggu akibat pagebluk COVID-19.
"Dulu saya waktu jadi santri selalu 'ngaji pasaran' saat Ramadhan. Kita pilih kitab, utamanya kitab yang masih bolong-bolong (belum begitu paham) untuk dikhatamkan," kata Imron kepada awak media di kantornya, Rabu (13/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun ini memang berbeda. Karena ada wabah, santri banyak yang sudah dipulangkan sebelum Ramadhan. Jadi, 'ngaji pasaran' memang banyak terkendala di pesantren-pesantren," ujarnya menambahkan.
Laporan mengenai banyak pesantren yang kesulitan melaksanakan ngaji pasaran membuat Imron mengandeng Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cirebon. Imron dan PCNU menyusun formula agar 'ngaji pasaran' tetap berjalan lancar.
"Sekarang memang beda, jadi ngaji pasarannya memakai live streaming. Ini sudah berjalan," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Kendati demikian, Imron melanjutkan, masih ada beberapa pesantren yang kesulitan mengadakan 'ngaji pasaran' melalui online atau dalam jaringan (daring), karena memiliki keterbatasan sarana. "Kita bekerja sama dengan BJB untuk pengadaan alat streaming di ponpes. Totalnya ada 60 perangkat android," tutur Imron.