Setelah aksi penolakan paket bantuan Gubernur Jabar Ridwan Kamil mendapat sorotan luas, beberapa kepala desa (kades) yang tergabung dalam Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Kabupaten Sukabumi ramai-ramai mengklarifikasi ucapannya.
Beredar video yang dibuat oleh Tutang Setiawan, Kepala Desa Nagrak Selatan sekaligus Sekretaris DPC Apdesi Kabupaten Sukabumi, mengklarifikasi soal penolakan yang ia buat bersama beberapa kades seusai pertemuan dengan Sekda Kabupaten Sukabumi Iyos Somantri dan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Yudha Sukmagara.
"Menindaklanjuti video yang beredar setelah rapat koordinasi dengan Dinsos, mewakili pengurus Apdesi Kabupaten Sukabumi, dengan ini menyatakan permohonan maaf apabila video ini membuat tidak nyaman dan membuat viral yang tentunya bukan maksud kami menolak bantuan Gubernur. Yang kami tegaskan adalah menolak bantuan Gubernur yang tidak tepat sasaran. Maksud kami meminta, menunda bantuan Gubernur tersebut sampai keluar data yang valid," kata Tutang seperti dilihat detikcom di video, Rabu (29/4/2020).
Tutang menjelaskan, ia meminta penundaan pelaksanaan bantuan sosial Gubernur sampai data tersebut valid. Ia khawatir karena masih banyak data penerima yang tumpang tindih dan tidak tepat sasaran.
"Yang sangat mengkhawatirkan munculnya dua nama perangkat desa, Ketua MUI. Ketika diperlihatkan ke masyarakat, akan terjadi konflik dan kecemburuan sosial yang sangat luar biasa. Atas dasar ini, kami minta penundaan bantuan sosial ini dan kami harapkan penyaluran berbarengan dengan penyaluran dana desa yang sudah kami siapkan Rp 600 ribu per kepala keluarga. Jadi jumlah penerima manfaat insyaallah akan meringankan beban masyarakat yang ada di desa masing-masing," lanjutnya.
Dalam video sebelumnya, Tutang memang sempat menyuarakan penolakan bersama sejumlah kades lainnya. "Kami, kepala desa se-Kabupaten Sukabumi, dengan ini menyatakan menolak bantuan sosial dari Gubernur dikarenakan tidak tepat sasaran dan tepat waktu, Allahuakbar," teriak Tutang bersama kades lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak video Kades di Sukabumi Beberkan Kejanggalan Data Penerima PKH:
Sementara itu, klarifikasi juga muncul dari Ojang Sopandi, Kades Jambenenggang. Dalam wawancara sebelumnya kepada awak media, dia sempat mengungkap penolakan.
"Kami menyampaikan tentang tumpang tindih data yang diterima. Kaitan bansos dari Gubernur Jabar, yang ada di Kantor Pos. Ada kekhawatiran kami setelah data itu kita cek masih tumpang tindih. Kalau data bersumber dari DTKS, ternyata masih ada penerima manfaat dari bansos mereka yang sudah dapat PKH, BPNT, meninggal, pindah dan mampu tapi mendapatkan itu," kata Ojang kepada wartawan.
Senada dengan Tutang, Ojang mengkhawatirkan, ketika bantuan disalurkan, terjadi konflik dan gejolak sosial. "Karena ada kecemburuan, kalau saya analogikan bahwa hari ini masyarakat desa sudah miskin sesuai dengan edaran kepada kami. Kades, desa dalam hal ini, harus mendata masyarakat miskin dan rentan miskin. Artinya, ketika bicara rentan miskin dari COVID-19 ini, maka berdampak sangat luas kepada masyarakat di desa-desa," ungkap dia.
Ojang juga mengklarifikasi soal penolakan itu hanya penyampaian aspirasi, namun malah berujung anggapan menolak bantuan.
"Kawan-kawan menyampaikan aspirasi oleh sebagian pihak kita dianggap menolak bantuan, tetapi bagi kita bukan menolak bantuan. Yang kami tolak adalah data yang tidak sesuai dan masih tumpang tindih. Kalau kita bagikan ke masyarakat, akan terjadi gejolak sosial," pungkasnya.
Dalam wawancara sebelumnya, Ojang Sopandi sempat membenarkan penolakan mayoritas kades di Kabupaten Sukabumi. Ia meminta Pemkab Sukabumi memberikan data yang valid.
"Kami desa siap mengalokasikan BLT, tapi untuk sementara ini bantuan dari Gubernur (Ridwan Kamil) ini kami tolak dulu. Tidak akan diberikan dulu ke masyarakat setelah seluruh bantuan yang ada dari pusat provinsi, kabupaten, dan desa terkumpul, baru kami distribusikan ke masyarakat," ujar Ojang.