Keterbatasan fisik tidak menjadi rintangan bagi anak-anak penyandang disabilitas di lingkungan Dinas Sosial Jawa Barat untuk ikut berkontribusi menekan penyebaran virus Corona.
Meskipun menyandang tuna wicara, tuna rungu, tuna daksa, serta keterbelakangan intelektual, namun anak-anak disabilitas tersebut mampu menghasilkan produk nyata berupa masker yang bisa digunakan masyarakat selama pandemi COVID-19 ini.
Salah satunya Muhammad Ikhlas. Ia mengalami kondisi fisik yang lain dengan orang kebanyakan. Setiap harinya, ia mesti beraktivitas di atas kursi roda.
Bersama 24 orang temannya sesama penyandang disabilitas, ia mampu menghasilkan produk masker dari bahan kain yang dibuat secara manual, mulai dari pola, menjahit, hingga pengepakan.
"Iya saya dengan teman-teman disini membuat masker untuk masyarakat. Semoga hasil masker yang kami buat ini bermanfaat untul semuanya," kata Muhammad Ikhlas saat ditemui di sela kegiatan membuat masker di Dinsos Jabar, Jalan Amir Machmud Kota Cimahi, Senin (13/4/2020).
Ia sendiri berperan untuk melakukan pengecekan kualitas jahitan masker, pembersihan dan pengepakan. Tugasnya dilaksanalan dengan sangat baik, tanpa terlihat kesulitan sama sekali.
"Kalau saya sudah mahir pengecekan dan membungkus. Kalau yang jahit tugas teman-teman saya," ceritanya sambil terbata-bata.
Sesekali, anak-anak lain yang mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi, berteriak lalu menggunakan bahasa isyarat jika membutuhkan sesuatu. Anak-anak disabilitas itu dengan tekun melakukan perannya masing-masing.
Menurut Kepala Panti Sosial Rehabilitasi Penyandang Disabilitas, Dinsos Jabar Feruf, inisiasi pembuatan masker oleh anak-anak disabilitas berawal dari kelangkaan masker di pasaran. Ditambah pemberitaan di televisi yang menunjuklan jika pandemi COVID-19 semakin menggila.
"Justru yang berinisiatif membuat masker ini ya anak-anak. Mereka bilang ingin berkontribusi dan membantu pencegahan penyebaran COVID-19 juga. Akhirnya disepakati membuat masker, ini juga implementasi pelatihan mereka selama beberapa bulan di sini," kata Feruf.
Dalam sehari, anak-anak disabilitas tersebut mampu menghasilkan 300 masker satu lapis. Namun jika masker dua lapis, mereka hanya bisa memproduksi maksimal 150 masker. Masker-masker tersebut sudah dibagikan langsung ke masyarakat atau memenuhi kekurangan masker di Puskesmas.
"Kemarin kita bagikan langsung ke pengendara motor, ojol, pedagang, atau ke puskesmas yang minta disuplai juga. Alhamdulillah semuanya sangat berguna dan memberikan manfaat," terangnya.
Selama proses pengerjaan masker tersebut, Feruf menjelaskan tidak ada kendala berarti yang dikeluhkan anak-anak didiknya. Namun jika mood mereka sedang turun, biasanya mereka akan malas-malasan dan memilih duduk-duduk saja.
"Sebetulnya untuk kendala tidak ada, karena mereka juga sudah dapat pelatihan. Tapi yang jadi kendala itu ya mood mereka, karena maklum kan mereka disabilitas. Apalagi pas mereka kangen keluarga, biasanya melamun dan ada yang nangis," ujarnya.