Sosok Matangaji, Ahli Strategi Perang hingga Disebut Sultan Gila

Sosok Matangaji, Ahli Strategi Perang hingga Disebut Sultan Gila

Sudirman Wamad - detikNews
Senin, 24 Feb 2020 20:32 WIB
Lokasi Petilasan Sultan Matangaji
Penampakan situs Matangaji yang rusak (Sudirman Wamad/detikcom)
Cirebon -

Situs Sultan Sepuh V Muhammad Sofiudin atau Matangaji rata dengan tanah. Petilasan Sultan Matangaji yang berada di Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Jabar, itu rata dengan tanah.

Pemilik lahan tempat keberadaan situs tersebut diduga sengaja menguruknya. Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat meradang. Bukan hanya dia, budayawan dan sejarawan Cirebon ikut geram atas rusaknya situs Sultan Matangaji.

Sebab, menurut budayawan Cirebon Jajat Sudrajat, situs tersebut merupakan salah satu simbol perlawanan Kesultanan Cirebon melawan kolonial. Jajat menerangkan perlawanan terhadap kolonial itu dipicu oleh adanya pemberangusan bangunan Melangse di pelataran Pande Kemasan, Bale Kambang, dan Gua Argajumut, yang lokasinya berada di Gua Sunyaragi, Kota Cirebon.

"Tahun 1783 sampai 1788 itu Sultan Matangaji membangun Pande Kemasan, Bale Kambang, dan Argajumut. 1790, bangunan tersebut dihancurkan Belanda, sehingga Sultan Matangaji mundur dari tempat tersebut," kata Jajat di kantor DPRD Kota Cirebon, Senin (24/2/2020).


Jajat menceritakan Sultan Matangaji menemukan sebuah tempat untuk iktikaf atau meditasi sembari menyusun strategi perang melawan penjajah. Tempat tersebut adalah yang kini dijadikan sebagai situs Sultan Matangaji, di Kelurahan Karyamulya. Matangaji membangun pancuran Melangse atau tirai, yakni tiga buah gerojogan air yang lokasinya berada di situs Sultan Matangaji.

"Pancuran Melangse yang ada di situs ini berfungsi juga untuk menguji senopati yang mengawal kesultanan. Tahun 1792, Sultan Matangaji menyusun strategi yang dikenal dengan ketuk tilu," kata Jajat.

Strategi ketuk tilu berhasil membuat Belanda kocar-kacir. Jajat mengatakan strategi ketuk tilu melahirkan peperangan yang dikenal dengan Perang Kebon Tanggung.

Setelah Perang Kebon Tanggung, Sultan Matangji mundur dari wilayah tersebut menuju salah satu tempat, yang saat ini dikenal sebagai Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon. Kemudian, Sultan Matangaji juga kembali pindah tempat hingga akhirnya menduduki salah satu wilayah yang saat ini bernama Desa Matangaji.



Dikenal Ahli Strategi Perang

Jajat mengatakan strategi ketuk tilu merupakan awal perlawanan Sultan Matangaji terhadap kolonial. Menurut Jaja, Sultan Matangaji merupakan salah seorang ahli strategi dari Kesultanan Cirebon.

"Ahli teritorial juga. Strategi beliau banyak, ada strategi Bubu, Cakra Yuha, Janur Kuning, dan Damar Lintang. Jelas, beliau ini ahli strategi perang," kata Jajat.

Jajat kemudian menjelaskan tentang salah satu perang yang paling fenomenal di Cirebon, yakni Perang Kedongdong. Perang perlawanan yang dilakukan Kesultanan Cirebon bersama kaum santri melawan penjajah.

Sultan Matangaji disebut-sebut sebagai otak dalam strategi Perang Kedongdong. Namun nama Sultan Matangaji tak muncul dalam peperangan besar. Salah satu tokoh fenomenal dalam Perang Kedongdong yang dikenal masyarakat adalah Ki Bagus Rangin.

"Salah satu tokohnya itu Ki Arsitem, banyak yang menyebut bahwa Ki Arsitem ini nama lain dari Sultan Matangaji. Strategi Ki Arsitem dijalankan oleh Ki Bagus Rangin," kata Jajat.

Jajat menyebutkan peristiwa Perang Kedongdong terjadi pada 1808 hingga 1818. Ki Arsitem bersama Ki Bagus Rangin menggerakkan kaum sarungan melawan Belanda dan Prancis.


Sultan Gila

Senada disampaikan Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadingrat. Arief menceritakan Sultan Matangaji merupakan tokoh krusial dalam perlawanan yang dilakukan Kesultanan Cirebon terhadap penjajah. Matangaji salah satu tokoh yang paling dicari Belanda, sehingga Matangaji membuat tempat meditasi atau iktikaf yang kini dijadikan situs di Kelurahan Karyamulya.

"Jadi wilayah Karyamulya hingga Desa Matangaji yang berada di Kabupaten Cirebon itu termasuk wilayah persembunyiannya. Matangaji ini salah satu sultan yang melawan Belanda," katanya.

Dalam catatan sejarah yang ia baca, Arief menyebutkan, Belanda sempat melabeli Matangaji dengan sebutan 'Sultan Gila'. Sebutan tersebut melegitimasi bahwa perlawanan yang dilakukan Matangaji merepotkan Belanda.

"Kalau dalam catatan Belanda, Sultan Matangaji itu sultan gila. Kenapa? Karena memberontak dan melawan penjajah," kata Arief.


Arief mengatakan Matangaji salah satu pahlawan yang tak bisa ditaklukkan oleh Belanda. "Sultan Matangaji ini meninggalnya bukan oleh Belanda. Tapi oleh orang kita sendiri, meninggal di belakang keraton, di pintu ukur kawi. Meninggal karena senjata pusakanya yang direbut oleh orang kita sendiri," papar Arief.

Sekadar diketahui, situs Sultan Matangaji diduga sengaja diuruk oleh pemilik lahan, yakni Subekti. Pemilik lahan berencana menjual tanah tersebut kepada pihak pengembang perumahan, yang membangun perumahan di sekitar situs.

Pihak DPRD Kota Cirebon meminta aktivitas pembangunan perumahan di sekitar situs diberhentikan. Tak hanya itu, Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (DKOKP) Kota Cirebon bekerja sama dengan Balai Arkelogi (Balar) Bandung untuk meneliti situs tersebut. Hingga saat ini, DKOKP belum memasukkan situs Sultan Matangaji sebagai cagar budaya.

Halaman 2 dari 3
(mud/mud)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads