Situs milik Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Jabar, rata dengan tanah. Situs peninggalan Sultan Sepuh V PRA Matangaji itu diduga diuruk pemilik lahan.
Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat meradang akibat kejadin tersebut. Pasalnya salah satu situs peninggalan Kesultanan Kasepuhan Cirebon rusak.
DPRD Kota Cirebon berinisiatif mengundang semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini. Mulai dari pihak pengembang, pemilik lahan, kesultanan dan dinas terkait.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rapat tersebut, pemilik lahan, Subekti mengaku telah memeriksa tentang situs tersebut. Dari hasil penulusurannya, Subekti menilai situs Sultan Matangaji bukanlah cagar budaya.
"Memang developer ada keinginan membeli tanah kami. Akhirnya kita babad lagi pohon-pohon yang berada di sekitar bangunan itu (situs)," kata Subekti saat rapat bersama DPRD Kota Cirebon, Senin (24/2/2020).
Bekti mengaku situs tersebut merupakan bangunan anyar. "2013 itu kecil bentuknya. Kita bongkar dan Januari 2020 ada lagi. Seperti dibangun orang, bentuknya lebih besar," kata Subekti.
Subekti mengaku siap bertanggung jawab tentang kejadian tersebut. Ia menunggu hasil kajian Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Cirebon.
"Sekarang akan kami bentengi bangunan yang diduga situs itu. Rencananya besok kami dan Macan Ali kerjabakti membersihkan tanah yang menguruk situs. Ya intinya saya tidak tahu," kata Suberkti.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Handarujati Kalamullah meminta agar segala aktivitas pembangunan yang berada di sekitar situs dihentikan. "Hentikan dulu aktivitas sampai masalah ini clear dan terang benderang. Kemudian mengundang Balar (Balai Arkeologi) Bandung untuk mengkaji," kata politikus yang akrab disapa Andru.
Andru mengatakan penyelesaian masalah tentang rusaknya situs Sultan Matangaji ini agar bisa dirampungkan selama satu bulan. Rencananya, pihak DPRD akan merapatkan kembali dengan pihak terkait.
"Ke depan kita akan rapat lagi. Agar permasalahan ini tidak terulang. Termasuk semua situs yang belum diketahui pemkota, dan juga kami," kata Andru.
Sebelumnya, budayawan Cirebon Jajat Sudrajat menceritakan Sultan Matangaji merupakan salah satu saksi perlawanan Kesultanan Kasepuhan terhadap penjajah. Situs tersebut bagian dari tempat meditasi dan sembunyinya Sultan Matangaji dari penjajah pada masa kolonial.
"Jadi, sebenarnya situsnya itu ada dua. Ada gerojokan yang lokasinya di bawah, aliran sungai. Kemudian tempat meditasi yang sekarang sudah rata dengan tanah. Gerojokan masih ada, tapi situs utamanya ini yang dirusak," kata Jajat.
Lebih lanjut, Jajat mendeskripsikan tentang bangunan utama situs Sultan Matangaji. Bentuknya mirip dengan Gua Argajumut, salah satu gua yang berada di Gua Sunyaragi Kota Cirebon. Bedanya, lanjut Jajat, situs Sultan Matangaji lebih terbuka ketimbang Argajumut.
Jajat tak menampik situs Sultan Matangaji belum terdaftar sebagai benda cagar budaya. "Mendaftarkan sebuah tempat atau benda sebagai cagar budaya itu banyak pertimbangannya. Harus ada pertanggungjawabannya, minimal juru pelihara. Ya memang belum terdaftar," kata Jajat.