Kisah pilu Adila, bocah berusia empat tahun yang tewas akibat gigitan ular di Kabupaten Cirebon menjadi sorotan. Nyawa buah hati dari pasangan Mukmin dan Rusmiyati itu tak tertolong akibat tak tersedianya antibisa ular weling atau Bungarus candidus.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jabar mengaku masih kekurangan stok antibisa ular. Kadinkes Jabar Berli Hamdani mengakui, hal itu dikarenakan masih minimnya jumlah serum antibisa ular di Indonesia.
Menurutnya, tak ada kendala dari sisi anggaran, namun keterbatasan persediaan antibisa yang kerap menjadi biang masalahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita biasanya dapat dari Kemenkes dan dari pihak lain karena kebetulan produknya masih dari luar (impor). Namanya Serum Antibisa Ular (Sabu) itu generiknya. Biasanya didrop dari Kemenkes" ucap Berli, di Kantor Bapenda Jabar, Senin (17/2/2020).
Saat ini, pihaknya masih belum mendapatkan data berapa jumlah antibisa yang diperlukan se-Jabar. Ia mendorong setiap kabupaten/kota membuat pengajuan, untuk mengimbangi jumlah kasus gigitan ular.
"Karena satu pasien itu mungkin memerlukan lima sampai enam (serum) sampai kondisi pulih atau sampai lewat masa kritis. Tergantung berat badan, seseorang yang makin besar (badannya) maka kebutuhan serumnya lebih banyak," ucap Berli.
Kasus gigitan ular pun kerap meningkat setiap tahunnya. Tak hanya di perdesaan, namun juga sudah merambah ke perkotaan.
"Kita coba penuhi khususnya di kabupaten atau kota yang masih banyak ular. Karena saat ini di perkotaan pun risiko digigit ular sama. Sebetulnya kita sudah mengajukan permintaan tersebut tapi belum diberikan sesuai permintaan," katanya.
(mud/mud)