Nostalgia Menyusuri Terowongan KA Wilhelmina di Kabupaten Pangandaran

Unak Anik Jabar

Nostalgia Menyusuri Terowongan KA Wilhelmina di Kabupaten Pangandaran

Faizal Amiruddin - detikNews
Minggu, 16 Feb 2020 13:47 WIB
Terowongan Wilhelmina di Kabupaten Pangandaran
Terowongan Wilhelmina di Kabupaten Pangandaran (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom)
Pangandaran -

Meski sudah puluhan tahun tak beroperasi, namun jalur kereta api (KA) Banjar-Pangandaran-Cijulang masih menyimpan kenangan bagi warga Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran.

Moda transportasi yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda ini menjadi bukti bahwa wilayah Pangandaran memiliki kekayaan alam yang melimpah. Karena pembukaan jalur kereta api oleh Belanda, diperkirakan karena adanya motif ekonomi.

Salah satu jejak peninggalan jalur kereta api Banjar-Cijulang, yang masih bisa dilihat sampai saat ini adalah terowongan Wilhelmina di Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terowongan dengan nama Ratu Belanda ini memiliki panjang 1.116 meter. Pada prasasti penanda yang terpasang di mulut terowongan, bisa diketahui bahwa terowongan ini dibangun pada tahun 1913-1916.

"Jalur kereta api Banjar-Cijulang ini ditutup sekitar tahun 1983-an. Sempat dibuka kembali pada tahun 90-an, tapi rutenya hanya sampai Banjarsari. Itu pun tak lama ditutup kembali," kata Usman (65) warga Desa Pamotan Kecamatan Kalipucang Pangandaran, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Nostalgia Menyusuri Terowongan KA Wilhelmina di Kabupaten PangandaranPenanda Terowongan Wilhelmina di Kabupaten Pangandaran (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom)

Banyak kenangan yang dimiliki warga terkait jalur kereta api ini, khususnya kala memasuki jembatan sepanjang lebih dari 1 Km itu. Menurut Usman, ada satu kenangan yang rata-rata dialami oleh semua orang yang pernah menumpang kereta api Banjar-Cijulang dan melalui terowongan tersebut.

"Jadi kalau setelah melalui terowongan ini, terus ngupil, pasti jari tangannya hitam," kata Usman.

Hitamnya hidung disebabkan oleh jenis lokomotif yang masih bertenaga uap dan mengeluarkan asap pekat. Kemudian terowongan yang panjang membuat durasi saat melintasi terowongan cukup lama.

"Kita bisa sampai lima menit di terowongan, kan panjang. Kecepatan kereta jaman dulu kan tidak secepat kereta sekarang. Lokomotif mengeluarkan asap tebal, sehingga kalau ngorong (ngupil) jari kita hitam oleh jelaga," kata Usman.

Lain lagi cerita Empat Fatimah (50), warga Kecamatan Parigi Pangandaran. "Kalau mau masuk terowongan itu, saya yang asalnya duduk, langsung dipangku oleh ibu saya. Dipeluknya saya erat-erat. Mungkin beliau khawatir karena gelap," kata Empat.

Penumpang lain akan bersiap jika hendak memasuki terowongan ini, terutama kaum perempuan. "Ya takut karena gelap, takut hilang barang bawaan. Saya juga lupa-lupa ingat. Waktu itu saya masih kecil," ucap Empat.

Sementara itu sejumlah kalangan masyarakat Kabupaten Pangandaran saat ini masih berharap adanya reaktifasi jalur kereta api Banjar-Cijulang. Sehingga menambah fasilitas moda transportasi menuju Pangandaran.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads