"Pada dasarnya demonstrasi itu kebebasan menyatakan pendapat, hak asasi dapat dibatasi. Tetapi pembatasan harus dapat dijustifikasi oleh hukum, bukan justifikasi politik," kata Susi dalam diskusi bertajuk 'Memahami Aksi Mahasiswa' di Fakultas Hukum Unpad, Jalan Imam Bonjol, Kota Bandung, Rabu (16/10/2019).
Menurutnya masyarakat harus melihat upaya pembatasan aspirasi mahasiswa ini dari sisi hukum dan politik. Pasalnya, kalau pembatasan tersebut berdasarkan pertimbangan politik, maka telah terjadi kemunduran demokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Jokowi Tak Masalah Ada Demo Saat Pelantikan |
Sementara itu Direktur Institute For Criminal Justic Reform (ICJR) Erasmus Abraham Napitupulu menuturkan pembatasan aspirasi mahasiswa merupakan pelanggaran HAM. Pasalnya lingkungan kampus harus bebas dari tindakan pelarangan.
"Kampus tidak boleh dirasuki konteks pelarangan. Bagi saya kalau dilarang seperti sekarang, mengancam dilarang demo, itu melanggar semangat reformasi. Dengan begitu iklim reformasi harus diperbaiki lagi," jelas dia.
Menurutnya kampus merupakan ruang-ruang kritik substansial yang paling efektif. Sehingga, seharusnya pemerintah tidak membatasinya kalau tidak ingin diberi labeli otoriter.
"Ini harus jadi bahan bakar bagi mahasiswa dan dosen supaya lebih jernih mengeritik. Kan dipertanyakan kritik substansi, nah dari mana itu datang, selain ruang kelas. Kalau tidak mau dibilang otoriter, ya biarkan," tegas anggota aliansi nasional reformasi KUHP ini.
"Saya sudah bilang yang bisa memimpin pergerakan ini mahasiswa dengan media. Cuma dua ini yang punya legitimasi. Karena pemerintah dan oposisi sudah berkolaborasi," ujar Erasmus. (mud/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini