Berbekal laporan dari masyarakat, polisi meringkus lima pelaku yakni NM alias Bunda (21), JM alias Jengkol (26), JNH (25), DA alias Mamih (28) dan H alias Bunda Hani (38). Mereka berperan sebagai muncikari penyedia layanan seksual kepada para WNA tersebut.
"Dalam kurun waktu sepekan terakhir yakni pada Jumat (4/10/2019) dan terakhir pada Senin (7/10/2019) kita menangkap para pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut," kata Kapolres Cianjur AKBP Juang Andi, Selasa (8/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pelaku, polisi juga mengamankan 8 orang korban TPPO yang tiga di antaranya laki-laki. "Modusnya mereka berkeliling memakai kendaraan, lalu menawarkan ke tamu-tamu di vila untuk mendapatkan layanan seksual," katanya.
Rata-rata korban dijual dengan hitungan per jam. Satu jam Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. "Korbannya berusia 20 sampai 28 tahun. Selain per jam mereka juga ada yang disewa harian mulai dari sekadar menemani tamu untuk layanan seksual sampai untuk menari," ucapnya.
![]() |
"Para pelaku membawa wanita dan ladyboy ini menggunakan motor dan mobil. Ketika ada tamu WN Timur Tengah, mereka kemudian menawarkan jasa dengan memberitahu sejumlah tarif yang harus dibayarkan," kata Juang.
"Pengakuan tersangka dan korban ada yang hitungan jam-jaman, ada juga ladyboy yang sekali menari dikasih uang lalu pulang. Praktik ini tentu dikeluhkan warga karena kerap disisipi aktivitas berbau seksual," jelas Juang melanjutkan.
Saat ditanya, pelaku DA alias Mamih membantah kalau dirinya disebut sebagai muncikari. Menurutnya wanita dan laki-laki yang menjajakan diri datang sendiri ke para tamu tanpa ada istilah dijajakan. "Saya bukan mengkoordinir, meskipun dapat uang dari mereka, saya tidak dengan sengaja menawarkan mereka ke para tamu," katanya.
Kini lima pelaku dijerat Pasal 2 UU RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Halaman 2 dari 2