Bandung -
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Bandung (BEM Unisba) menyayangkan aksi represif oleh polisi saat mengamankan jalannya demonstrasi mahasiswa di depan gedung DPRD Jabar. Aksi represif itu menyebabkan korban berjatuhan dari kalangan mahasiswa.
Sebagaimana diketahui, ribuan mahasiswa di Kota Bandung dan beberapa daerah lainnya turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan atas UU KPK baru dan sejumlah pasal kontroversial dalam RUU KUHP. Mereka menggelar aksi di depan gedung DPRD Jabar, Kota Bandung.
Sayangnya, aksi yang digelar pada Senin (23/9) dan Selasa (24/9) itu berakhir ricuh. Para demonstran yang berasal dari elemen mahasiswa bersama elemen lainnya terlibat bentrok dengan aparat kepolisian yang mengamankan jalannya aksi.
Bentrokan yang terjadi menyebabkan banyaknya korban berjatuhan. Berdasarkan data dari BEM Unisba, tercatat pada aksi Senin (23/9/2019) ada 112 mahasiswa yang dibawa ke kampus Unisba sebagai tempat evakuasi dadakan untuk mendapat perawatan. Dari jumlah tersebut, ada yang dirujuk ke rumah sakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian dalam aksi pada hari Selasa (24/9), BEM Unisba mencatat ada 110 mahasiswa yang dievakuasi ke kampus Unisba. Enam di antaranya harus dirujuk ke RS Borromeus dan RS Sariningsih untuk mendapat perawatan lanjutan.
Presiden Mahasiswa Unisba Lutfi mengaku cukup prihatin atas banyaknya korban yang berjatuhan. Pihaknya meminta pihak berwajib mengusut tuntas kejadian dalam aksi dua hari terakhir.
"Kami kutuk keras tindakan represif yang dilakukan kepolisian," ucap Lutfi di kampus Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Rabu (25/9/2019).
 Aksi demonstran di gedung DPRD Jabar berakhir ricuh. (Rico Bagus/detikcom) |
Namun Lutfi mengaku belum akan melakukan pelaporan secara resmi atas tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam mengamankan aksi. Pihaknya akan terlebih dulu melakukan konsolidasi dengan BEM kampus yang lain di Kota Bandung.
"Untuk sejauh ini kita masih konsolidasi se-Bandung Raya apa yang akan kami lakukan. Akan kami advokasikan permasalahan korban yang berjatuhan," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, dia kembali menyampaikan pesan perjuangan. Pihaknya menegaskan menolak pengesahan RUU KPK dan RUU KUHP. "Kami percaya RUU KUHP betul-betul harus ditolak. Kami percaya RKUHP hanya hasrat elite politis. Sekarang itu pertarungan antara elite dan penguasa," kata Lutfi.
Pihaknya juga tidak setuju KPK dipimpin oleh seorang polisi aktif karena dia menilai sosok pemimpin dari unsur polisi tidak cakap.
"Bagaimana kami percaya pimpinan KPK itu dipimpin oleh orang yang tidak punya kompeten dalam mengusut permasalahan di Indonesia. Contohnya kasus Novel Baswedan (yang hingga kini belum diselesaikan polisi). Jadi kami tidak percaya KPK ini dipimpin oleh polisi aktif," tutur Lutfi.
Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriadi mengatakan pihaknya telah melaksanakan pengamanan aksi demo sesuai aturan. Namun massa tetap berusaha melawan dengan merusak dan melakukan aksi bakar-bakar.
"Dari pagi sudah kita imbau, bakar-bakar kita padamkan, ternyata tidak bisa juga. Setelah merusak (gedung DPRD), kami bubarkan, masih baris lagi, kembali lagi bakar di tempat lain. Akhirnya kami bubarkan paksa atas nama undang-undang," tutur Rudy di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (24/9) malam.
 Aksi demonstran di Kota Bandung. (Rico Bagus/detikcom) |
Rudy mengatakan aksi sekelompok orang tersebut diduga bukan berasal dari mahasiswa. Sebab, kata dia, mahasiswa sudah membubarkan diri saat tuntutannya bertemu dengan anggota DPRD terpenuhi. Saat Magrib, memang ada satu orang anggota DPRD Jabar yang mendatangi mahasiswa.
"Unjuk rasa batasnya pukul enam sore. Kami cukup toleransi. Dari awal negosiasi ingin ketemu anggota DPRD, kami pertemukan, (mahasiswa) berikan surat, bubar. Ternyata yang terakhir ini tidak ada lagi mahasiswanya. Di massa yang kami bubarkan ini, nanti kami umumkan setelah melalukan penyelidikan," kata Rudy.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini