Perjuangan Pria Tunanetra di Bandung Sulap Rumah Pribadi Jadi SLB

Perjuangan Pria Tunanetra di Bandung Sulap Rumah Pribadi Jadi SLB

Annisa Nursalsabillah - detikNews
Selasa, 30 Jul 2019 11:15 WIB
Perjuangan Tatang, pria tunanetra yang sulap rumah pribadinya menjadi SLB. (Foto: Annisa Nursalsabillah/detikcom)
Bandung - Berangkat dari rasa kepedulian terhadap sesama penyandang disabilitas, Tatang (50), seorang pria tunanetra, tergerak hatinya untuk membangun Sekolah Luar Biasa (SLB) pada tahun 2003 silam. Ia merelakan rumah tempat tinggalnya untuk dijadikan SLB.


Tatang menghabiskan 16 tahun hidupnya untuk merintis membangun sebuah sekolah yang ia beri nama SLB ABCD Caringin. Sekolah yang terletak di Jalan Holis, Gang Faqih RT 2 RW 9, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung ini berada di bawah naungan Yayasan Lara Adam Mulya. Pada awal pembangunan, sekolah ini hanya memiliki 5 murid saja.

Tatang sendiri mengalami gangguan penglihatan sejak lahir. Sampai ketika ia duduk di bangku SMP, dokter memutuskan untuk mengoperasi matanya agar dapat memakai kacamata. Namun sayang, operasi tersebut gagal hingga menyebabkan matanya buta total. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya. Ia bahkan berhasil meneruskan sekolahnya hingga lulus dari Antropologi Fisip Unpad pada tahun 1998.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjuangan Pria Tunanetra di Bandung Sulap Rumah Pribadi Jadi SLBFoto: Annisa Nursalsabillah
Setelah lulus, ia mendapati keadaan bahwa anak-anak disabilitas di daerahnya banyak yang tidak bersekolah karena belum terdapat banyak SLB. Bila ingin pergi sekolah, mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh ke daerah Padjajaran. Terlebih anak-anak disabilitas ini kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang mampu.

"Saya sendiri tunanetra, jadi saya tahu rasanya. Anak yang punya kekurangan itu harus ditopang oleh ilmu demi masa depannya, karena mereka memiliki hak yang sama dengan orang biasa. Alhamdulillah di tahun 2003 saya bareng almarhum kakak saya mendirikan SLB ABCD ini, bekas rumah saya, jadi tempatnya seadanya," ujar Tatang kepada detikcom belum lama ini.

ABCD adalah istilah untuk menandakan jenis-jenis disabilitas yaitu A untuk anak tunanetra, B untuk anak tunarungu, C untuk anak yang memiliki kemampuan intelegensi di bawah rata-rata dan keterbelakangan mental (tunagrahita) dan D untuk anak tunadaksa. Saat ini, SLB ABCD memiliki 43 anak didik mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA. Kebanyakan anak yang bersekolah di sini merupakan penyandang tunagrahita.

Perjuangan Pria Tunanetra di Bandung Sulap Rumah Pribadi Jadi SLBFoto: Annisa Nursalsabillah
SLB ABCD kini memiliki 11 ruang kelas dan ruang serbaguna yang dulunya merupakan kamar. Satu kelas dapat menampung 5-6 siswa. "Satu kelas ukurannya paling 4x3 meter, karena memang bekas kamar yang diubah jadi ruang kelas," ucapnya.

Sekolah ini sudah diampu oleh 13 guru, terdiri dari lima PNS dan delapan honorer. Tiga di antaranya juga merupakan penyandang disabilitas. Murid yang sudah berada di tingkat akhir juga tetap melaksanakan Ujian Nasional layaknya murid di sekolah umum. Di sekolah ini, para orang tua juga tidak dibebankan dengan SPP, tergantung kemampuan mereka.

"Hampir 70% kurang mampu. Kalau yang mampu SPP-nya Rp 100 ribu, ada yang Rp 50 ribu, Rp30 ribu, banyak juga yang digratiskan," tutur Tatang.

Perjuangan Pria Tunanetra di Bandung Sulap Rumah Pribadi Jadi SLBFoto: Annisa Nursalsabillah
Tatang mengaku biaya operasional sekolahnya itu hanya mengandalkan dana BOS dan sebagian dari itu patungan dipakai untuk membayar gaji honorer. Saat ini ia berharap dapat membangun asrama untuk para muridnya yang memiliki tempat tinggal jauh dari sekolah.

"Mimpi saya besar sekali. Saya ingin punya tanah kurang lebih 2.000 meter persegi, buat bikin lapangan upacara, laboratorium, ruang musik, seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Semoga asrama yang lagi saya bangun juga ada rezekinya untuk dilanjutkan karena baru dicor sebagian. Prinsip hidup saya cuma satu, saya yakin kalau kita ringankan beban orang lain, Allah pasti bantu hidup kita," ucap Tatang. (tro/tro)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads