Kalapas Kelas I Cirebon Agus Irianto mengatakan salah satu faktor perilaku seks menyimpang itu disebabkan overkapasitas. "Akar persoalannya itu karena overkapasitas. Kaki ketemu kaki, kaki ketemu kepala saat tidur dan lainnya. Tidur berdempetan, bahkan gantian. Ini bisa menyebabkan menjadi tidak nyaman," kata Agus saat berbincang dengan detikcom di Lapas Kelas I Cirebon, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (12/7/2019).
Agus tak menampik dalam prinsip pemasyarakatan sebagian kemerdekaan narapidana (napi) terenggut. Namun, lanjut dia, napi masih mendapatkan hak seksual atau kebutuhan biologisnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku sempat mengisolasi salah seorang napi yang terdeteksi berprilaku seks menyimpang. Selain mengisolasi napi tersebut, sambung dia, pihaknya memberikan bimbingan kerohanian atau agama terhadap napi itu. Tujuannya agar perilakunya kembali normal.
"Setahun saya tugas di sini, memang sempat ada informasi. Kita langsung isolasi (masuk kamar isolasi) dan berikan bimbingan. Saya isolasi karena khawatir menular," ujar Agus.
Selama ini pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap napi yang diindikasi berprilaku seks menyimpang. Ia tak menampik dalam kesehariannya prilaku antara napi yang normal dengan menyimpang sulit untuk dideteksi.
"Awalnya memang sulit. Tapi lama kelamaan kan ketahuan, pasti ada laporan. Baru kita berikan bimbingan," ucapnya.
Saat ditanya mengenai fasilitas bilik asmara, Agus mendukung adanya kebijakan tersebut. Namun, ia menegaskan, bilik asmara sejatinya harus digunakan untuk napi yang berstatus sudah menikah.
"Jangan sampai bilik asmara itu terkesan negatif. Jadi harus untuk napi yang sudah beristri atau suami," kata Agus.
Simak Juga 'Lapas Ciamis Over Kapasitas, Ada Seks Menyimpang?':
(bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini