Si bocah itu didampingi tokoh masyarakat, ulama dan pemerintah desa. Dia berniat meminta pendampingan hukum serta pemulihan psikologis kepada pihak KPAID.
Anak itu mengaku tidak memiliki niat untuk melihat secara langsung adegan ranjang pasutri, inisial E (25) dan L (24). Ia diajak oleh teman sebayanya. Bocah tersebut mengungkapkan, pada Ramadan 2019, pernah satu kali melihat E dan L yang berada di kamar tengah
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Abi diajakan ku babaturan, mayar sarebu dan teu aya niat. Abi noong tina kaca kamar (saya diajak sama teman, bayar seribu dan tidak niat. Saya hanya melihat dari kaca kamar)," ujar bocah itu berbahasa Sunda di kantor KPAID Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (19/6/2019).
Ia mengaku bersama lima bocah lainnya menyaksikan dengan mata telanjang ulah E dan L tersebut. KPAID mengungkapkan pasutri tersebut meminta 'bayaran' kepada para bocah dengan bentuk uang hingga makanan.
Ujang Supratman, salah satu kepala dusun di Kecamatan Kadipaten, mengaku kaget dengan peristiwa yang menimpa para bocah itu. Pihaknya meminta pendampingan hukum untuk anak-anak yang terjerumus hal negatif akibat aksi E dan L.
"Kami datang dengan tokoh agama minta pendampingan hukum dan pemulihan psikologis untuk korban," kata Ujang di lokasi yang sama.
Polisi sudah menangkap dan menahan pasutri tersebut. Keduanya berstatus tersangka. Polres Tasikmalaya Kota masih menyelidiki kasus ini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini