Darsim S Suhendar (39), warga RW 20 sekaligus nelayan dari Kampung Cipatuguran, menyebut saat itu ombak besar, diduga kapten yang membawa tongkang tidak memperhitungkan kondisi ombak saat itu.
"Sudah tahu ombak besar angin besar kenapa di pinggir terus. Kalau saja saat itu ditarik sejauh empat mil enggak mungkin terjadi (karam), paling juga terbawa sampai pinggir," kata Darsim kepada detikcom, Jumat (10/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Darsim, awalnya hanya satu kapal yang terdampar. Karena angin dan ombak terus membesar, satu tongkang lagi terseret hingga ke pinggir dan menabrak kapal yang lebih dulu terseret.
"Akhirnya dua kapal bersenggolan sampai dinding-dinding kapal jebol sehingga muatan batu bara tumpah ke laut terbawa ombak," ucapnya.
Dampaknya gatal-gatal. Kebanyakan dirasakan warga yang biasa beraktivitas di pinggiran pantai.Darsim S Suhendar |
Pascakejadian tumpahnya batu bara, berbagai dampak dialami warga setempat. Warga mengaku batuk, gatal dan pusing-pusing. Selain itu, nelayan mengklaim kehilangan tangkapan karena tumpahan batu bara membuat ikan-ikan menjauh.
"Dampaknya gatal-gatal. Kebanyakan dirasakan warga yang biasa beraktivitas di pinggiran pantai. Pengaruh juga ke tangkapan (ikan), jadi sulit. Batu bara ada yang mengambang ada juga yang tenggelam, ikan pergi," ujar Darsim mengeluh.
Kasip (47), warga lainnya, mengaku pernah memaksakan diri untuk mencari ikan usai isi muatan tongkang tumpah ke laut.
"Kaki saya pas seret perahu ke laut sakit karena butiran batu bara. Sudahnya gatal-gatal, tapi ya namanya nelayan enggak dirasa ya. Ke laut, ya ke laut saja," tutur Kasip.
Batu Bara Disuplai ke PLTU
Menurut warga, tongkang tersebut hendak menyuplai batu bara ke PLTU. Ujang Sudira, ketua RW 21 menyebut, dua tongkang sebelum karam itu tengah antre mengirim muatan ke PLTU.
"Batu bara itu untuk pembakaran PT PLN Persero Jabar, untuk PLTU. Saat karam sedang menunggu antrean pengiriman," kata Ujang.
![]() |
"Untuk tiga RW, Rp 500 ribu satu tongkang setiap bulannya. Saat ini warga masyarakat umum menuntut lagi karena merasa dirugikan dengan adanya tumpahan batu bara setelah kejadian tumpah dan mencemari laut," ucapnya.
Upaya komunikasi, dia menjelaskan, sudah sering dilakukan selama dua pekan setelah kejadian, Minggu (28/4). Namun pihak agen belum merealisasikan janjinya tersebut.
"Warga jelas merasa dirugikan. Muatan mereka mencemari laut sampai keruh. Makanya kita minta agar tidak ada yang main-main dulu ke pantai karena khawatir gatal-gatal. Sudah banyak yang kena juga," ujar Ujang.
![]() |
"Akhirnya saya yang kena tekanan dari warga nelayan, karena saat itu lokasi musyawarah di rumah saya. Agen menjanjikan akan memberi kompensasi dan siap membantu nelayan setelah ada kabar dari pemilik tongkang. Saya kan menyimak semua perkataan agen, sementara masyarakat kan hanya sepintas sepintas," tutur Ujang.
![]() |
Menurut Zein, tidak hanya berdampak pada lingkungan saja, namun secara estetika kawasan yang tercemar batu bara ini masuk ke dalam zona wisata Geopark Ciletuh-Palabuhanratu.
"Terlihat kurang menarik, banyak batu bara berserakan seperti ini. Sudah jelas, secara pencemaran batu bara ini masuk ke dalam limbah B3, bisa mengganggu ekosistem laut," ucap Zein. (sya/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini