Madrasah ini adalah perjuangan seorang warga bernama Suparman yang bercita-cita membangun pusat pendidikan keagamaan pada tahun 2006 lalu. Sejak dibangun hingga hari ini Suparman mengaku belum pernah menerima anggaran untuk perbaikan dan rehab.
"Izin sudah ada dari Kemenag Sukabumi bahkan kita juga sudah akreditasi, kalau izin dari Kemenkum ham baru dibuat karena dulu enggak ada, jadi saya pikir cukup dari Kemenag saja," kata pria yang akrab disapa Empay itu kepada detikcom, Kamis (31/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ada tiga lokal bangunan dengan 63 siswa dan siswi di madrasah tersebut. Lokasi madrasah yang berada di tengah perkampungan, menjadi sarana belajar paling dekat dibandingkan dengan sekolah serupa di wilayah tersebut.
Pagi hari bangunan madrasah digunakan untuk siswa Tsanawiyah setara SMP, sementara siangnya digunakan untuk siswa Ibtidaiyah atau setara SD. Sementara lantai kedua digunakan untuk menginap santri ponpes yang berada di sekitar tempat itu.
"Kalau pagi sampai siang Tsanawiyah, kalau siang dipakai Ibtidaiyah. Karena hanya ada tiga lokal siswa kami berdampingan ketika belajar, kelas 1 dan 2 begitu seterusnya," lanjut Empay.
![]() |
Bangunan madrasah Al-Zalalen sudah lama dibiarkan lapuk. Menurut Empay butuh anggaran tidak sedikit untuk merehab seluruh bangunan. Sementara dia sendiri tidak membebani siswa dengan biaya sekolah.
"Ada yang Rp 10 ribu tiap bulan, ada juga yang tidak sama sekali. Apalagi untuk anak yatim kita prioritaskan untuk tidak usah membayar, cita-cita saya hanya ingin memberikan pendidikan agama dan pelajaran formal lainnya untuk warga di sini," ungkapnya.
Harapan Empay, madrasah miliknya diperhatikan oleh pemerintah khususnya dari kementrian agama. "Inginnya dibangun permanen, karena kalau seperti ini lagi rentan rapuh dan rusak," harapnya.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini