Warga menduga batu bersusun itu peninggalan sejarah. Batuan itu ditemukan warga saat hendak melakukan pembersihan lahan hutan di Gunung Silayung, Desa Karyamukti, Cibatu awal tahun 2019.
"Awalnya lagi bersih-bersih, tapi ada bebatuan bertumpuk. Kita langsung lapor ke desa," ujar Kana (47), salah seorang warga Karyamukti kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jajaran desa yang mengetahui hal tersebut langsung menindaklanjutinya dengan melaporkan temuan itu ke dinas terkait. Dilaporkan selain batuan bersusun, warga juga menemukan batu bercorak tulis dan telapak kaki. Selain itu, ditemukan juga peralatan dari perunggu tak jauh dari lokasi penemuan batu.
Menurut informasi yang dihimpun dari Kades Karyamukti, Widya Heru, saat ini para ahli mulai turun meneliti temuan itu.
"Kita tunggu hasilnya. Tapi, kita yakini batu-batu dan peralatan dari perunggu itu merupakan peninggalan sejarah," ujar Widya.
Sementara itu Ketua Balancing Art Indonesia GT Suryadi meyakini batu tersebut disusun oleh seseorang belum lama ini menggunakan teknik yang diberi nama stacking. "Itu stacking. Buatan baru," kata Suryadi.
Suryadi menjelaskan, teknik stacking merupakan teknik dasar yang berasal dari kata stack yang artinya diam. Teknik tersebut, sambung dia, mempunyai ciri susunan batu yang tegak lurus secara vertikal dan disusun mulai dari batu berukuran besar hingga kecil.
Suryadi menuturkan, teknik stacking biasanya dimainkan oleh pemula yang baru mendalami rock balancing. Pemilihan batu dalam penyusunannya pun dilakukan secara asal tanpa memilih tekstur dan bentuknya. Selain itu, penyusunannya dilakukan tanpa memperhatikan gaya gravitasi. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini