Namun jika diperhatikan susunan batu yang tegak lurus secara vertikal tersebut mirip dengan seni keseimbangan dengan media batu atau akrab disebut rock balancing.
Ketua Balancing Art Indonesia GT Suryadi meyakini batu tersebut disusun oleh seseorang belum lama ini menggunakan teknik yang diberi nama stacking.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suryadi menjelaskan, teknik stacking merupakan teknik dasar yang berasal dari kata stack yang artinya diam. Teknik tersebut, sambung dia, mempunyai ciri susunan batu yang tegak lurus secara vertikal dan disusun mulai dari batu berukuran besar hingga kecil.
Suryadi menuturkan, teknik stacking biasanya dimainkan oleh pemula yang baru mendalami rock balancing. Pemilihan batu dalam penyusunannya pun dilakukan secara asal tanpa memilih tekstur dan bentuknya. Selain itu, penyusunannya dilakukan tanpa memperhatikan gaya gravitasi.
"Stacking dalam seni balancing hanya merupakan teknik dasar untuk flating (mencari kerataan dan pengenalan pointed. Masih berbentuk tumpukan tegak lurus vertikal. Pemilihan batuannya asal, tidak memilih tekstur dan bentuk," jelas Suryadi.
Suryadi menyebut, teknik stacking bersifat temporer yang hanya mampu bertahan selama hitungan hari bahkan jam. Dengan demikian, kata dia, mustahil jika teknik tersebut dikaitkan dengan zaman megalitikum sebab susunan batunya berada di ruang terbuka yang rentan terkena hembusan angin, hujan, dan getaran.
"Jika itu di zaman megalitikum jelas gak mungkin. Apalagi di ruang terbuka dengan hembusan angin, hujan, serta getaran," tutur Suryadi.
Suryadi berharap masyarakat khususnya warga Garut bisa menyikapi penemuan batu tersebut secara bijak dan mengedepankan logika.
Suryadi menyebut, selama ini seni rock balancing memang kerap dianggap aneh ketika berhadapan dengan masyarakat yang tidak mengikuti perkembangan seni.
"Apalagi di masyarakat yang masih sering menghubungkannya dengan mistis," tandas Suryadi.
Sebagai perbandingan, masyarakat bisa melihat seni rock balancing bisa melihatnya melalui akun Instagram @balancingartindonesia atau akun Facebook @rockbalanceindonesia.
Batu bersusun juga tahun lalu sempat menghebohkan Sukabumi. Sebanyak 90 buah batu bersusun berjejer di aliran Subgai Cidahu. Awalnya puluhan batu ini dihancurkan oleh MUI karena warga mengaitkannya dengan hal mistis. Namun akhirnya terungkap bahwa itu hasil seni rock balancing. (ern/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini