"Jadi begini, tingkat kapasitas kita. Contoh begini, mantan menteri itu adalah menteri kami. Ketika minta sesuatu, tidak mudah untuk tidak gitu," ucap Sri.
Hal itu diungkapkan Sri usai menjadi saksi dalam sidang perkara suap perizinan dengan terdakwa eks Kalapas Sukamiskin Wahid Husen di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (9/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut terjadi sebelum operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK beberapa waktu lalu. Menurutnya, mental ketegasan itulah yang menjadikan barang-barang yang dilarang masuk ke dalam sel para napi.
"Ini butuh ketegasan dari pembina dengan kompetensi khusus. Tentu juga tidak bisa kenceng-kencengan, karena beliau juga manusia. Konsepsi pemasyarakatan itu menempatkan napi sebagai manusia, dia objek sekaligus subjek. Kita harus melihat gradasi itu latar belakang dan sebagainya," kata Sri.
Sri menuturkan permasalahan seperti itu memiliki jalan keluar. Salah satunya dengan rotasi pegawai terus menerus. Saat inipun, sambung dia, seluruh petugas Lapas Sukamiskin telah diganti.
"Makanya perlu mutasi yang sering. Banyak dinamika permasalahannya luar biasa besar itu butuh ada rotasi yang lebih sering, jadi temen temen tidak selalu berhadapan dengan permintaan. Sekarang (di Lapas Sukamiskin) sudah tidak. Kita terus lakukan penguatan, kita pindahkan terus menerus, kita pinginnya tidak terlalu lama teman-teman di sana," kata dia.
Dalam persidangan, Sri juga sempat dicecar hakim soal fasilitas mewah napi. Sri mengakui memang ada beberapa sel napi yang menggunakan fasilitas berupa kulkas, televisi hingga AC.
"Ada dan pada waktu itu kami bongkar semuanya," kata Sri. (dir/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini