Pria yang karib disapa Awang itu mengatakan selain mewajibkan menyediakan tempat ibadah yang layak seperti tidak menempatkannya di basement, besarannya juga ditentukan dari rasio total keseluruhan.
"Jadi ini dari kekhawatiran kita saat di lapangan. Kita menemukan beberapa tempat perbelanjaan ada tempat ibadah seperti musala yang ditempatkan di basement. Kebul, asap pembuangan dari knalpot kendaraan. Kemudian tidak menampung orang sesuai dengan asumsi pengunjung," ujarnya Jumat (28/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menyediakan tempat ibadah, bangunan juga harus memiliki tempat parkir memadai sesuai peraturan Kementerian Perhubungan. Sehingga ke depan tidak ada lagi parkir di luar bangunan yang bisa menyebabkan kemacetan.
Sementara itu Anggota DPRD Kota Bandung lainnya Folmer Siswanto Silalahi menjelaskan terminologi gedung dulu dan kini sudah berbeda. Dulu Gedung adalah bangunan bertingkat, tapi kini bisa diartikan semua bangunan yang kokoh dan permanen.
"Nah tentu, fasilitas ini yang harus disesuaikan. Apalagi kalau tempat itu menjadi ruang publik yang banyak dikunjungi oleh orang," katanya.
Sehingga, kata Folmer, setiap bangunan tidak hanya harus memenui syarat keamanan tapi juga kenyamanan dan keselamatan. Seperti halnya tangga darurat, APAR, ruang merokok, ruang ibu menyusui hingga keberadaan tempat ibadah.
Folmer mengatakan setiap bangunan juga harus ramah terhadap disabilitas dan anak. Sehingga ke depan setiap bangunan yang memiliki minimal dua lantai harus menyediakan fasilitas seperti lift atau eskalator.
"Kalau dulu membangun cukup IMB, sekarang keamanan, kenyamanan dan keselamatan juga dipersyaratkan. Kita ingin membuat ramah lingkungan, green building juga," ucapnya.
Dengan adanya peraturan baru tersebut maka semua pengembang yang akan membuat bangunan harus mengantongi sertifikasi layak fungsi. Hal itu nantinya akan dilakukan penyesuaian dan evaluasi secara periodik.
(tro/ern)