Kandi (29) salah seorang pengurus yayasan Al Munawaroh, Cibogo salah satunya. Dia bersaksi hanya mendapatkan 10 persen dari dana yang dianggarkan untuk diberikan.
Pengajuan proposal dana hibah tersebut berawal saat bangunan yayasan yang dikelolanya hampir roboh. Dia lantas bertemu dengan Setiawan, salah satu terdakwa dalam kasus ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiawan lalu menawarkan Kandi untuk membangun dengan dana hibah. Namun syaratnya, dia diminta menyerahkan dokumen KTP, tanda tangan dan membuka rekening Bank BJB. Sementara proposal diurus oleh Setiawan.
"Saya tidak tahu sekali soal ini, kata Setiawan semuanya akan diurus, mulai dari pembuatan proposal hingga semua syarat lainnya untuk proses pencairan," ucap dia.
Menurut Kandi, Setiawan menyatakan apabila dana yang akan cair mencapai Rp 150 juta. Singkat cerita, uang pun dia cairkan. Kandi lalu diminta menandatangani sejumlah berkas pencairan.
"Tapi ternyata saya hanya menerima Rp 15 juta, sisaya dibawa Setiawan. Saya keberatan tapi hanya bisa protes dalam hati saja, uang Rp 15 juta hanya bisa pasang lantai keramik saja," ujar Kandi.
Saksi lainnya, Komar (50) pemilik yayasan dan pesantren Al Munawaroh menyatakan hal yang sama. Setiawan lagi yang mengurus semua persyaratan pencairan hibah.
Dalam perjalanannya, yayasan yang dikelola Komar mendapatkan dua kali dana hibah. Pertama pada Januari 2017 untuk yayasan dan pada akhir tahun 2017 untuk pesantren.
"Yayasan cair Rp 150 juta pada Januari 2017 dan pondok pesantren Rp 250 juta pada akhir 2017. Akta notaris dan SK Kemenkum HAM nya semua diurus oleh Setiawan. Yayasan dan pontren saya memang sudah berdiri lama tapi baru diurus legalitasnya sekarang. Proposal juga dia yang bikin, saya hanya tanda tangan saja dan buka rekening di Bank BJB," ujar Komar.
Setiawan lalu memberi kabar kepada Komar terkait pencarian. Namun uang yang seharusnya Rp 400 juta untuk yayasan dan pesantren, hanya diterima 10 persen oleh yayasan.
Ini artinya dana untuk Yayasan yang seharusnya Rp 150 juta hanya diterima Rp 15 juta. Sementara untuk pesantren yang harusnya Rp 250 juta hanya diterima Rp 25 juta.
"Saya pernah tanyakan kenapa dipotong. Dia cuma bilang 'wayahna' saja. Saya sebenarnya keberatan sekali," tuturnya.
Hakim M Razad lantas mengkonfrontir pernyataan kedua saksi kepada Setiawan. Pria yang berprofesi sebagai petani itu menyatakan sudah ada kesepakatan dengan pengelola yayasan.
"Sudah komitmen dari awal ada potongan 90 persen. Tapi saya tidak tahu uang yang cairnya sebesar dimaksud itu," ujar Setiawan. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini