Mampukah hidup tanpa plastik atau minimal mengurangi sampah plastik? Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menyebut hal itu bisa saja dilakukan. Hanya, perlu proses alih budaya dalam mengubah pandangan orang terhadap bahaya plastik.
"Saya tertarik ada satu buku isinya testimoni orang-orang yang sudah mengurangi sampah plastik. Bahkan ada satu orang, dia hanya menghasilkan satu toples sampah plastik selama dua tahun. Jadi saya rasa kita juga bisa," ujar Novrizal saat memberi arahan dalam FGD Penyusunan Perwal Kota Bandung tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Hotel Tebu, Kota Bandung, Kamis (13/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di temui usai acara, Novrizal kembali meyakinkan bahwa masyarakat dapat hidup tanpa menghasilkan sampah plastik. Meski belum dalam skala besar, setidaknya hal itu bisa dimulai dari diri sendiri dengan memanfaatkan segala macam barang yang tidak sekali pakai buang.
"Setidaknya kurangi kantong plastik dengan bawa kantong sendiri dari rumah. Tidak lagi pakai garpu, sendok, sedotan berbahan plastik. Pakai yang bisa dipakai berulang-ulang. Bayangkan saja sehari kita itu pakai 93 juta batang sedotan plastik se-Indonesia. Jadi kalau ada alternatifnya, saya rasa kita tidak usah lagi pakai plastik sekali pakai buang," tuturnya.
Sementara untuk skala besar, menurutnya, masih cukup sulit dan perlu waktu. "Sekarang kan sulit juga membatasi kemasan sachet atau botol sampo, misalkan. Paling kita siasati dengan daur ulang," katanya.
KLHK sangat mendukung langkah Pemkot Bandung untuk mengurangi sampah plastik dengan membuat sebuah payung hukum. "Sesuatu yang harus dan wajib, itu bisa mengubah perilaku," ucapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung M Salman Fauzi mengatakan beberapa daerah di Indonesia sudah memulai pengurangan sampah plastik dengan mengubah pola pikir masyarakat.
Salman mengatakan edukasi tersebut harus dilakukan perlahan tapi berkelanjutan. Contohnya ritel tetap menyediakan kresek tapi tetap menawarkan apakah membawa kantong sendiri atau menggantinya dengan dus.
"Itu terus dilakukan tuh. Kemudian sarana dan prasarana juga pemerintah yang menyiapkan. Seperti pemerintah menyiapkan kantong belanja dengan kemasan yang bagus dan sebagainya, menarik kan. Itu bisa difasilitasi pemerintah, sediakan saja sama pemerintah, terus bagikan," ucapnya.
Sementara untuk level pedagang kresek, Salman meyakini hal itu akan berproses. "Ketika ada kebijakan, pedagang perlu adaptasi dan waktu. Produsen juga perlu adaptasi dan perlu waktu. Yang pasti mereka itu butuh kejelasan. Yang tidak bagus itu kalau mendadak (aturan diterapkan)," kata Salman.
Ia berharap jika nantinya Perwal mengenai larangan kresek di Kota Bandung terealisasi, bisa berlaku di semua elemen mulai ritel, pasar tradisional hingga ke tingkat eceran. Sehingga, sambung Salman, penerapan yang dimulai bersama akan dirasakan manfaatnya secara menyeluruh. (tro/bbn)