Festival Tajug digelar pada tanggal 20 hingga 22 Oktober. Sultan Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat mengatakan adat dan tradisi Indonesia yang ada sejak dulu harus dilestarikan, termasuk hari santri.
"Makna santri ini adalah orang yang sedang belajar. Walau sudah kiai pun tetap dipanggilnya santri, karena manusia itu harus belajar hingga akhir hayat. Makanya disebut Hari Santri," kata Arief usai pembukaan Festival Tajug di Keraton Kasepuhan Cirebon, Kota Cirebon, Sabtu (20/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melalui tajug atau musala kita berikan pendidikan akhlak, atau pun di pesantren. Kita bangun ekonomi dan persatuan. Tujuan festival ini adalah itu, membangun akhlak dan memelihara tajug,"ucapnya.
Di tempat yang sama, Wagub Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menceritakan waktu dulu santri dikenal kampungan. Namun, Uu bersyukur, saat ini santri mendapatkan ruang, dengan adanya peringatan Hari Santri.
"Dulu santri itu sering termarjinalkan, identik kampungan. Festival ini salah satu bentuk implementasi dari Hari Santri," ucap Uu.
Uu mengatakan Cirebon salah satu titik penyebaran Islam di tanah Jawa. Bukti-bukti peninggalan sejarah di Cirebon, lanjut Uu, di antaranya empat keraton dan sejumlah situs.
"Para raja itu baik hati. Saya datang ke sini sebagai bentuk penghormatan kepada panitia dan keraton. Keraton itu rela memberikan kekuasaannya untuk pemerintah pada zaman dulu. Buktinya di Cirebon ini," kata Uu.
Sekadar diketahui, dalam Festival Tajug digelar sejumlah acara seperti perlombaan azan tujuh, puji-pujian, bersih-bersih masjid, dan lainnya. (mud/mud)