Cerita di atas ialah gambaran suasana sistem pelelangan di masa lampau yang terekam dalam catatan sejarah pegadaian. Ketika teknologi belum secanggih sekarang, bende satu-satunya alat untuk mengumpulkan warga sewaktu ada acara lelang barang gadaian.
"Petugas Pegadaian berkeliling kampung mengumpulkan warga, kemudian berkumpul di satu titik lalu memulai proses lelang. Harga dimulai dari yang sudah ditetapkan petugas, cara yang dipakai hingga saat ini siapa penawar tertinggi maka barang yang dilelang berpindah tangan," kata Ujang Suryatna, salah seorang staf Pegadaian, saat ditemui detikcom di Museum Pegadaian, Jalan Pelabuhan II Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (12/10/2017).
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bangunan ini berdiri sesuai dengan sejarah lahirnya Pegadaian pada tahun 1901 dulunya milik kepala. Pada 10 April 2010 museum ini resmi dioperasikan dan dibuka untuk umum," ujar Ujang.
![]() |
"Sistemnya tidak banyak berubah sejak dulu, hanya fasilitas layanannya saja yang bertambah tapi karena sudah kepalang identik dengan istilah gadai masyarakat disini kebanyakan datang untuk menggadaikan barangnya, padahal saat ini banyak program layanan lain yang ada di Pegadaian," kata Ujang yang merupakan seorang pegawai paling senior di tempat tersebut.
Selain dua bende berukuran besar dan kecil, di tempat ini memamerkan peralatan timbangan emas, alat penguji emas serta berlian, mesin tik dan sepeda yang pernah dipakai oleh pegawai Pegadaian zaman dulu. Ada juga sejumlah benda lainnya.
![]() |
"Belum ada petugas atau pemandu yang secara khusus menerangkan benda-benda yang tersimpan disini. Saya saja tahu karena sering mendengar dan melihat ketika ada guru atau pakar sejarah yang berkunjung ke sini ditambah baca-baca buku tentang sejarah Pegadaian," tutup Ujang yang bekerja di Pegadaian sejak 1990. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini