"Harus terbuka dong. Transparan itu mutlak," kata Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Herman Budiono di gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Kota Bandung, Kamis (12/5/2016).
Dia mendorong pihak yang terlibat tindakan nekropsi atau pembedahan bangkai Yani tidak menutup-nutupi proses pemeriksaan. Sebab, sambung Budi, publik ingin mengetahui penyebab kematian Yani sebenarnya. Hal tersebut bertujuan guna menghindari spekulasi liar berkaitan matinya Yani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada diungkapkan anggota Komisi A DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar. Dia mendesak hasil autopsi Gajah Yani harus dibeberkan dokter sesuai fakta.
"Kami wajib mengetahui sebab-sebab kematian gajah Yani. Apakah ada penelantaran, penyakit atau persoalan lain? Jadi kita harus tahu," ujar Tomtom.
Namun Tomtom menolak berandai-andai soal misteri kematian gajah tersebut. "Kami menunggu hasil autopsinya seperti apa. Kalau ada unsur kelalaian itu kan tidak mudah. Apakah matinya karena tidak diberi makan, atau sengaja ditelantarkan, dibunuh, kan harus ada bukti dan fakta serta keterangan saksi-saki yang mendukung," tutur Tomtom.
Yani mati pukul 18.00 WIB, Rabu (11/5/2016). Hampir sepekan ia lemah tak berdaya di belakang kandang dengan hanya ditutupi terbal biru. Tim dokter dari BKSDA Jabar dan Pemkot Bandung berusaha menolongnya kemarin, namun nyawanya tak tertolong. Belum diketahui apa penyakitnya, sebab ternyata selama satu tahun terakhir ini tidak ada dokter hewan di Kebun Binatang. (bbn/ern)











































