Tahukah anda kapan Terminal Ledeng mulai ada? Hal ini mungkin luput dari pikiran. Tertutup hiruk pikuk orang maupun kendaraan yang lalu lalang di terminal.
Tapi jika tanpa Terminal Ledeng, mungkin di pertigaan Jalan Setiabudi dan Jalan Sersan Bajuri akan terjadi penumpukan kendaraan di pinggir jalan. Karena konon, menurut Kepala Sub Terminal Ledeng Tito Ibnu Tohid, dibangunnya Terminal Ledeng untuk menertibkan angkutan transportasi umum yang menjadikan pinggiran jalan di depan Terminal Ledeng sebagai terminal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 1976 bangunan rumah dibongkar. Penduduknya dipindahkan dan tahun 1978 baru dibangun terminal," tutur Tito. Luas lahan terminal yaitu 2 hektar 300 meter.
Saat itu dikatakan Tito trayek angkutan pun masih minim yaitu Ledeng-Abdul Muis (sekarang Ledeng-Kebon Kalapa) dan Lembang St Hall. "Kalau sekarang ada tambahan Margahayu-Ledeng, Cicaheum-Ledeng, Damri dan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) yang menuju Subang," ujar Tito.
Terminal Ledeng sudah mulai menggeliat sejak pukul 04.00 WIB dan berakhir di pukul 20.00 WIB. Tapi dikatakan Tito jam ramainya arus lalu lintas kendaraan di jam bangun dan jam tarik.
"Jam bangun itu ramai saat di jam masuk sekolah, masuk kantor sekitar pukul 06.00-08.00 WIB. Kalau jam tarikan pas pulang aktivitas ekitar pukul 12.00-14.00 WIB dan pukul 17.00-19.00 WIB," jelas Tito.
Tidak seperti Terminal Cichaeum atau Terminal Leuwi Panjang, menurut Tito Terminal Ledeng termasuk sumber PAD. Sehingga setiap harinya ada target jumlah retribusi yang harus didapatkan. Untuk setiap kendaraan ditarik biaya retribusi sebesar Rp 1.500 dalam satu kali putaran.
Ditambahkan Tito, untuk persiapan meraih Adipura, terminal-terminal seperti Terminal Ledeng jadi sorotan. Untuk itu pihaknya memperhatikan kebersihan dan ketertiban termasuk tidak adanya pedagang kaki lima.
(ema/lom)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini