Bermula di tahun 80-an, kala itu kawasan Cikapundung belum berubah banyak. Termasuk penjara Banceuy, tempat di mana Soekarno pernah dibui, juga masih berdiri.
Nel (60), seorang pembuat stempel di Jalan Cikapundung Barat mengatakan pada awalnya hanya 10 orang pembuat stempel di Jalan Cikapundung Barat termasuk dirinya. Mereka rata-rata adalah orang rantau dari Sumatera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usaha stempel manual ini usaha yang murah. Cukup ada roda, kayu stempel juga cuma dibeli RP 1.000 per buah," tutur pria yang tinggal di Cimahi ini.
Sama halnya dengan Nel, pembuat stempel di Jalan terusan ABC, Dede mengatakan memang orang Sumatera yang mengawali menjadi pembuat stempel di kawasan ini.
Kala itu warga sekitar, termasuk Dede, melihat cara membuat stempel yang ternyata mudah. Akhirnya banyak warga sekitar yang ikut turun menjadi pembuat stempel. "Mulai banyak pas moneter. Pengangguran banyak yang memilih jadi pembuat stempel," tutur Dede.
Meski sekarang sudah banyak saingan dalam pembuatan stempel di Bandung, Dede mengatakan, para pembuat stempel di tempat ini pun tak ingin kalah saing. Mereka mencoba mengikuti perkembangan di luar tapi dengan penawaran harga yang lebih murah.
Tak hanya stempel ditempat ini juga bisa dibuatkan plakat, kerajinan kayu, graveer, plat mobil atau motor. Sejak pagi sekitar pukul 08.00 WIB, para pembuat stempel ini sudah membuka kios-kiosnya.
Menjelang maghrib kawasan ini akan berubah dari kawasan pembuat stempel jadi tenda-tenda kuliner. Lalu dari malam hingga pagi, aktivitas para penjual majalah dan koran baru dimulai. Begitulah siklus aktivitas di kawasan itu terus berputar.
Ayo ngobrol seputar Kota Bandung di Forum Bandung. (ema/ern)