Kisah Satu-satunya Penyintas Kecelakaan Pesawat, 8 Hari di Hutan

BBC Indonesia - detikNews
Kamis, 25 Sep 2025 12:33 WIB
Annette Herfkens selamat dari kecelakaan pesawat di Vietnam pada 1992.
Jakarta -

Pada awal Oktober 2025, film baru yang dibintangi Nicholas Saputra tentang satu-satunya penyintas dalam kecelakaan pesawat akan tayang. Namun kisah kali ini bukan film, ini adalah pengalaman Annette Herfkens, warga Belanda yang selamat seorang diri dari kecelakaan pesawat pada 1992 di Vietnam.

Impian Annette menghabiskan liburan romantis bersama tunangannya, Willem van der Pas, yang selama ini menjalani hubungan jarak jauh akhirnya kandas.

Pesawat kecil yang mereka tumpangi mendadak meluncur turun ketika posisinya sudah dekat Bandara Nha Trang, Vietnam.

"Saya mendengar mesin-mesin berputar lebih cepat. Pesawat terus turun. Orang-orang berteriak. Dia menatap saya. Saya menatapnya. Kami berpegangan tangan, dan kemudian semuanya menjadi gelap," kata Annette dalam podcast Lives Less Ordinary BBC.

Semua penumpang dan awak pesawat tewas, kecuali Annette.

Perempuan yang sehari-hari bekerja di sektor keuangan di Madrid, Spanyol, ini terbaring selama delapan hari di hutan.

Berbagai derita menghampirinya dari rasa sakit yang hebat akibat luka dan patah tulang, dehidrasi, hingga kehilangan kekasih yang dalam waktu dekat akan dinikahinya.

Berikut kesaksiannya saat peristiwa tragis itu menimpanya, sekaligus menempanya untuk bisa menemukan lagi kehidupan dan cahaya dalam momen tergelap kehidupannya.

'Penerbangan terakhir bersama cinta sejati'

Annette bercerita dirinya dan Willem merupakan teman baik dan tinggal di asrama mahasiswa yang sama. Namun keputusan untuk berkencan hadir karena tantangan dari Willem untuk menciumnya.

Keputusan itu rupanya tidak salah. Tak lama setelah berkencan, keduanya menyadari telah menemukan cinta sejati.

"Kami seperti memenangkan lotere. Sejak saat itu, kami tidak pernah berpisah," tutur Annette.

Akan tetapi, keduanya akhirnya terpisah setelah masuk dunia kerja. Meski begitu, Annette dan Willem tetap mengupayakan berbagai cara untuk rutin bertemu.

Hingga pada 1992, Willem bekerja di Vietnam dan muncul gagasan untuk menghabiskan waktu di sana sekaligus Annette ingin mengetahui tentang kantor Willem dan suasana sehari-hari di sana.

Apalagi saat itu, Willem telah melamarnya dan mereka sedang merencanakan pernikahan sehingga wajar jika Annette ingin mengetahui lokasi kerja belahan jiwanya itu.

Alih-alih menuntaskan rasa ingin tahunya, Annette justru mendapat kejutan dari Willem. Sekitar pukul 7 pagi, ia diajak menaiki pesawat kecil, yakni Yak-40 buatan Soviet.

Akibat klaustrofobia yang dimilikinya, Annette sempat menolak dan merasa kesal.

"Saya tidak akan naik ke sana," ucapnya ketika melihat pesawat itu.

Cortesa de Annette HerfkensAnnette dan Willem bertemu saat kuliah di universitas dan sejak saat itu mereka tidak pernah berpisah.

Namun, Willem mengiba berulang-ulang. "Saya tahu kamu akan mengatakan itu, tapi tolong, lakukanlah untuk kita."

Saat itu, Pasje beralasan pergi dengan mobil bukan pilihan tepat karena hutan terlalu lebat.

"Lakukanlah untuk saya. Kamu akan sangat menikmatinya."

Demi kekasihnya, Annette mengabaikan ketakutan dan instingnya. Mereka duduk di baris kedua dengan Annette berada di sisi lorong.

"Jantung berdebar kencang. Selama penerbangan, saya merasa sangat tidak nyaman dan bolak-balik melihat jam."

Penerbangan yang semestinya singkat, hanya 55 menit, pun berubah menjadi momen kelam sepanjang hidup. Lima menit sebelum mendarat, pesawat seperti kehilangan daya dorong dan meluncur turun.

Orang-orang berteriak. Willem menatap dengan ketakutan dan berkata, "Saya tidak suka ini."

Annette dengan nada marah masih berusaha menenangkan dengan menjawab, "Pasti hanya turbulensi. Wajar jika pesawat sekecil ini mengalami penurunan ketinggian seperti ini. Jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik saja."

Perkiraannya meleset. Pesawat terjun bebas. Orang-orang berteriak lebih keras.

"Dia menatap saya. Saya menatapnya. Kami berpegangan tangan."

Semua menjadi gelap.

Satu-satunya yang selamat

Entah berapa jam tak sadarkan diri, Annette siuman. Ia berada di tengah hutan dengan suara jangkrik dan monyet di sekitarnya.

Annette tertimpa kursi dengan penumpang pria yang sudah meninggal.

"Saya mendorong sesuatu yang berat di atas saya. Dengan dorongan saya, tubuh itu jatuh dari kursi."

Ketika melihat ke kiri, ia mendapati kekasihnya masih terikat di kursinya dengan senyum manis di wajahnya. Namun, ia jelas sudah meninggal.

Annette tidak mengingat detail kejadian setelahnya. Ia hanya mengetahui dirinya berada di hutan yang penuh pohon dan tanaman.

Ia pun tak paham bisa selamat karena kaki dan rahangnya patah, 12 patahan tulang di pinggul, serta paru-paru sebelah kolaps.

"Saya pasti mengalami syok saat itu."

Ia hanya menggambarkan pesawat menabrak gunung, kehilangan sayap, menabrak gunung kedua, dan terbalik.

"Saya sudah tidak mengenakan sabuk pengaman. Saya seperti satu-satunya pakaian yang tertinggal di mesin pengering cucian lalu melayang dan mendarat di bawah kursi orang yang duduk di seberang lorong."

Cortesa de Annette HerfkensPesawat yang ditumpangi Willem dan Annette jatuh di Gunung Kha, di sebelah tenggara Vietnam.

Di luar pesawat yang hancur berkeping-keping, semuanya adalah vegetasi yang sangat subur.

"Saya ingat melihat semut merah besar. Dahan, daun, dan kaki telanjang saya. Saya bahkan tidak tahu di mana rok saya berada."

Namun ia menyadari ada luka terbuka yang lebar di kakinya hingga terlihat tulangnya. Serangga pun berkerumun di dekat lukanya.

Tak lama kemudian, ia menyadari ada seorang pria Vietnam di sebelah kanannya yang masih hidup dan masih mampu berbicara.

"Saya bertanya apakah dia yakin tim penyelamat akan datang, dan dia menjawab ya, karena dia adalah orang yang sangat penting. Dia bahkan mengeluarkan celana panjang dari koper kecil yang dibawanya untuk saya kenakan."

Dengan menahan sakit luar biasa, Annette memaksakan diri memakai celana yang ternyata menyelamatkan kakinya yang luka dari serangga.

Ketika hari mulai gelap, Annette melihat pria yang berbincang dan membantunya tadi semakin lemah. Nyawanya perlahan-lahan seperti mulai terangkat hingga akhirnya dia menundukkan kepalanya dan meninggal.

Semula, Annette juga masih mendengar rintihan kesakitan beberapa orang. Namun memasuki malam, tidak ada suara lain yang terdengar selain suara angin dan hewan di hutan.

"Saya benar-benar sendirian."

Si gadis penjelajah yang bertahan hidup

Annette mengaku sempat panik ketika menyadari pria Vietnam itu meninggal. Akan tetapi, ia menyadari harus tetap tenang.

"Saya harus fokus pada napas saya, meski belum pernah mengikuti kursus mindfulness atau sejenisnya. Itu murni insting, tapi sangat membantu."

Dalam kondisi yang teramat sulit dan tragis itu, Annette berupaya menerima apa adanya sembari mengamati sekitar.

Ia berkata pada diri sendiri: "Inilah yang terjadi. Saya tidak berada di pantai bersama tunangan saya."

Ia juga mulai berusaha membuang berbagai kekhawatiran yang menyeruak dalam benaknya, seperti "bagaimana jika ada harimau?"

Hal ini sebenarnya wajar terlintas mengingat posisi Annette berada di tengah hutan. Namun, ia memilih untuk menyadari meski di hutan, harimau itu tidak serta merta mendatanginya.

Dua hari pertama, ia tetap berada di dekat mayat pria Vietnam itu agar merasa tidak terlalu sendirian. Mirip cerita rusa kecil Bambi dengan ibunya yang mati tertembak pemburu.

Seiring berjalannya waktu, mayat pria Vietnam itu berubah wujud sehingga Annette memutuskan menjauh.

Pandangannya pun berkelana pada hutan dengan ribuan daun kecil di depannya.

Cortesa de Annette HerfkensAnnette mengatakan bahwa setelah kecelakaan itu, hutan menjadi tempat aman baginya.

Sebagai gadis kota yang bekerja kantoran dan acapkali bepergian ke kota besar, seperti New York dan London, Annette menyadari betapa indahnya hutan yang menaunginya beberapa hari ini.

"Semakin saya fokus pada daun-daun, tetesan air di daun, dan cara cahaya memantul di tetesan air, semakin indah pemandangan itu. Saya terpesona oleh keindahan itu. Tapi tentu saja, saya harus bertahan hidup."

Haus tentu tidak bisa tertahan lagi. Saat hujan turun sedikit, Annette mulai menjulurkan lidahnya. Namun jelas itu tidak cukup. Ia mulai menyusun rencana agar tetap bertahan hidup.

Salah satunya memanfaatkan bahan isolasi pesawat yang semacam busa untuk dijadikan mangkuk penampung air hujan.

"Saya merangkak dengan siku, menyeret pinggul dan kaki yang terluka, dan dengan segenap tenaga saya bangkit. Saya meraih busa itu sebisa mungkin, melemparkannya ke lantai, lalu menjatuhkan diri. Saya sempat pingsan karena kesakitan."

"Ketika bangun, saya berhasil membuat tujuh mangkuk kecil dari busa itu. Saya menyusunnya dan menunggu hujan turun."

Caranya berlindung dari dingin dan hujan pun terbit dengan memanfaatkan barang penumpang lain, seperti ponco yang ditemukannya dari tas seorang gadis.

Ketika hujan mulai turun dengan deras. Tidak hanya mangkuk-mangkuk yang terisi, tetapi ia juga bisa menadahkan ponco dan menyesapnya.

"Rasanya seperti sampanye terbaik. Saya sangat bangga pada diri saya sendiri. Saya berpikir: "Lihat dirimu, gadis penjelajah!"."

"Saya kemudian menyadari betapa luar biasanya bisa tetap hidup dan sehat dalam kondisi mengenaskan ini."

Mantra penyelamat

Dalam situasi tersebut, ia menyadari dirinya hanya punya pilihan untuk berdamai dan menerima kematian kekasihnya.

"Setiap kali saya memikirkannya, saya melihat cincin kecil seharga 10 euro yang saya beli di sebuah toko perhiasan di Leiden, Belanda, di tangan saya yang bengkak akibat gigitan serangga."

"Sejujurnya, saya yakin kami akan menjadi pasangan yang sempurna. Kami adalah sahabat terbaik, belahan jiwa saya."

"Dia adalah orang yang menawan, sangat hangat. Tampan, tetapi tidak bersikap seperti orang tampan."

Tiap memikirkan itu, Annette akan menangis dan melemahkan tubuhnya. Sedangkan, ia bertekad untuk tetap hidup. Karena itu, selama berjam-jam terbaring di hutan, ia menciptakan sebuah mantra: "Jangan pikirkan Willem."

Ia juga tidak berani menengok kembali ke bangku di mana Willem masih terikat dengan sabuk pengamannya.

"Saya memilih memikirkan keluarga saya. Saya memikirkan semua air yang mengalir dari shower mereka dan betapa indahnya mereka bisa minum air sepanjang hari."

Cortesa de Annette HerfkensAnnette dan Willem telah bertunangan.

Dengan pikiran tersebut, Annette merasa lebih tenang dan kuat. Bahkan tumbuh keyakinan, orang-orang yang dicintainya tersebut pasti sedang mencarinya dengan berbagai cara.

"Tapi kekurangan makanan dan luka-luka mulai mempengaruhi aku. Pada hari keenam, saya hampir seperti terhipnotis. Saya sekarat, tapi dengan cara yang paling indah dan bahagia."

Ia terus memandangi keindahan hutan dan merasa tubuhnya mulai terasa mengambang, hingga ia menangkap pria berpakaian oranye dari sudut matanya.

"Saya mulai berteriak dan itu segera membawa saya kembali terbaring. Saya kembali merasakan sakit yang luar biasa, tetapi saya juga menyadari bahwa saya telah mendapatkan tiket untuk keluar dari sana."

"Halo. Bisakah Anda membantu saya, tolong?" ucap Annette saat itu.

Pria itu hanya menatapnya dan tidak melakukan apa-apa. Pria itu kemudian menghilang.

"Saya pikir itu hanya halusinasi. tapi keesokan paginya dia kembali. Saya sangat marah dan mulai mengumpat dalam semua bahasa dan dia pergi lagi."

Pada hari kedelapan, delapan orang dengan kantong mayat muncul. Mereka datang ke arah Annette.

Misi penyelamatan berlangsung

Mereka menyodorkan daftar penumpang dan Annette menandai namanya. Mereka memberinya minum dari botol dan membopongnya ke atas terpal yang diikatkan pada dua tongkat di kedua ujungnya lalu membawa keluar Annette dari hutan.

"Itu adalah kali kedua saya panik. Benar-benar panik. Saya tidak ingin pergi. Saya ingin mengatakan bahwa saya ingin tetap di sana bersama Willem saya. Saya ingin tetap dalam kondisi mental yang indah."

Melihat kepanikan tersebut, tim penyelamat menurunkan lagi Annette ke tanah dan melepas sepatu mereka. Tim penyelamat khawatir langkah kaki bersepatu itu berdampak pada goncangan yang menyakitkan pada tubuh Annette.

"Mereka tidak ingin melukai saya. Saya pun fokus pada mereka. Saya melupakan diri saya dan berpikir para pria itu sedang membantu saya dan telah melepas sepatu mereka untuk saya. Saya berterima kasih kepada mereka."

Cortesa de Annette HerfkensAnnette Herfkens menulis kisahnya dalam sebuah buku yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.

Sebelum dibawa ke rumah sakit, Annette dan regu penyelamat berkemah semalam di tengah hutan.

Dengan sakit yang sangat hebat, Annette justru diserang rasa takut dan cemas akan ditinggalkan sehingga ia meminta agar ditemani ketika hujan dan masing-masing anggota tim masuk ke tendanya.

"Anehnya, pada hari-hari sebelumnya, saat sendirian, saya tidak merasa takut. Saya meminta mereka untuk tidak masuk ke dalam tenda, agar meninggalkan saya sendirian."

"Mereka sangat baik hati. Mereka menyalakan api unggun dan memberi saya lebih banyak nasi dan air."

Ketika tiba di Kota Ho Chi Minh, Annette mendapati wajah-wajah familiar yang dirindukannya.

"Saya melihat sahabat saya, Jaime. Saya melihat saudara-saudara dari tunangan saya dan langsung ingin berbicara dengan mereka."

"Saya merasa bertanggung jawab untuk memberi tahu mereka bagaimana saudara mereka meninggal, bahwa dia memiliki senyum yang indah di wajahnya dan tidak menderita."

"Kemudian saya melihat ibu saya. Saya ingat sempat berkata, 'Ibu datang ke sini untuk menemui saya?' dan kemudian saya seperti kehilangan tenaga."

Bunyi alat-alat rumah sakit yang berulang seperti alarm mulai terdengar. Petugas rumah sakit mulai memasang sesuatu di paru-paru Annette.

"Sungguh, saya hampir mati saat melihatnya."

Kehidupan setelah tragedi

Usai menerima kabar pesawat yang dinaikinya jatuh, semua orang di keluarga Annette berusaha realistis dan mengiranya sudah meninggal.

"Mereka merencanakan pemakaman bersama dengan keluarga Willem di Leiden, tempat kami pernah belajar bersama."

Iklan di koran tentang kematian keduanya sudah terbit. Jadi, ketika Annette pulang ke rumah, ia disambut banyak surat belasungkawa yang isinya sangat indah.

"Saya masih ingat surat-surat itu."

Hanya sahabatnya, Jaime, yang ikut datang ke Kota Ho Chi Minh yang yakin dirinya masih hidup dan marah kepada orang-orang yang membicarakan masa lalu Annette seakan sudah meninggal.

Keyakinan Jaime ternyata berbuah baik.

"Ketika saya kembali ke Belanda, rahang saya telah dipasang kembali dengan sekrup dan paru-paru saya telah dipompa. Pinggul saya hanya perlu diam agar bisa menyatu kembali. Mereka sedang merakit saya kembali."

"Di kaki, kematian jaringan tubuh akibat infeksi parah adalah masalah yang sangat serius, dan untungnya, dokter Vietnam menghabiskan banyak waktu untuk mengobatinya."

Ia merasa berterima kasih karena saat melanjutkan perawatan di Belanda kemungkinan besar kakinya bisa diamputasi jika tidak diobati dengan telaten selama di Vietnam.

Cortesa de Annette HerfkensAnnette dan anak perempuannya.

Pemakaman Willem pun menjadi momen mengerikan lain yang harus dihadapinya. Keluarganya membawa ke gereja.

Rasanya seperti hendak melangsungkan pernikahan, tapi pasangannya sudah berupa peti mati.

"Ada peti mati yang menunggu saya di altar, dan pria yang membawa saya yang tanpa sadar, mundur beberapa langkah lebih jauh, seperti dalam pernikahan."

Semua teman yang akan diundangnya dalam pernikahan ada di sana. Pidato-pidato yang indah dan juga musik yang indah.

Bedanya, setelah upacara itu, Annette mengiringi Willem ke makam dan meninggalkan semua kenangan dan impian keduanya terkubur di sana.

Menata kembali hidup

Pascaperistiwa itu, Annette menemukan hutan menjadi tempat yang aman karena seolah masih bisa mereguk harapan bersama Willem.

"Dia selalu ada di sana. Kembali tanpa separuh jiwa adalah trauma yang saya miliki."

Annette melewati semua fase duka. Ia banyak menangis dan merindukan kekasihnya. Pikirannya masih terpatri pada Willem. Namun seiring bertambahnya usia, Annette mengerti harus beranjak dari titiknya saat ini.

"Saya melihat semua kehidupan yang dia lewatkan, semua yang tidak dia lakukan. Dia tidak memiliki anak-anak yang dia inginkan dengan sangat. Dan mungkin kita kehilangan kehidupan bersama yang kita rasakan ditakdirkan untuk kita."

Beberapa bulan setelah kecelakaan itu, banyak teman-teman kuliah keduanya yang menikah. Hingga Annette memutuskan: "Oke, saya tidak akan menikah. Sudah berakhir. Seperti film Four Weddings and a Funeral."

Namun, ada teman yang meyakinkannya bahwa ada sosok yang bisa mengobati yaitu: Jaime, rekan kerja yang pergi ke Vietnam untuk mencarinya dan percaya Annette masih hidup ketika tidak ada orang lain yang percaya.

"Saya berpikir mengapa tidak? Kami sangat dekat dan saya rasa saya memiliki kecenderungan untuk jatuh cinta pada sahabat-sahabat saya karena itulah yang saya lakukan dengan Willem."

Kini, ia dan Jaime memiliki dua anak setelah akhirnya menikah.

Anak laki-laki mereka, Max, didiagnosis autis saat masih kecil.

"Ketika saya menghadapi berita itu, saya ingat apa yang saya pelajari di hutan, yang telah menyelamatkan saya."

"Begitu Anda menerima apa yang Anda miliki dan tidak terobsesi dengan apa yang tidak Anda miliki, keindahan akan terungkap."

Sama seperti Annette menerima keadaannya setelah kecelakaan itu. "Saya juga menerima diagnosis anak saya. Dan kemudian saya melihat siapa dia sebenarnya: sumber cinta tanpa syarat yang indah."

"Saya mencintai anak-anak saya dan tetap memiliki harapan terhadapnya."

"Cinta anak-anak ini yang benar-benar murni yang dia berikan kepada saya dan yang saya rasakan terhadapnya."

Catatan ini merupakan adaptasi dari salah satu episode podcast Lives Less Ordinary dari BBC. Untuk mendengarkannya, kunjungi tautan ini.

BBC

Lihat juga Video 'Detik-detik Jet Tempur Polandia Jatuh Saat Latihan, Pilot Tewas':




(ita/ita)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork