Panasnya Situasi di Nanterre, Pinggiran Paris yang Diguncang Kerusuhan

Panasnya Situasi di Nanterre, Pinggiran Paris yang Diguncang Kerusuhan

BBC Indonesia - detikNews
Sabtu, 01 Jul 2023 16:25 WIB
Menteri dalam negeri Prancis telah meminta daerah-daerah untuk melarang penjualan kembang api, kaleng bensin, dan barang-barang yang mudah terbakar. (Getty Images)
Jakarta -

Prancis dilanda kerusuhan sejak hari Selasa (27/06) setelah polisi menembak mati seorang remaja keturunan Aljazair berusia 17 tahun di Nanterre, pinggiran kota Paris.

Menteri dalam negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan kerusuhan mulai mereda pada malam keempat, dengan 471 orang yang ditangkap, dibandingkan 917 orang pada malam sebelumnya. Banyak perusuh yang ditangkap adalah anak muda, ujarnya.

Namun demikian, berbagai media melaporkan kekacauan di beberapa kota di seluruh Prancis, dengan banyak bangunan dan kendaraan dibakar dan toko-toko dijarah. Terutama di Marseille, tempat 87 orang telah ditangkap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Darmanin mengulang seruan pemerintah agar orang tua mencegah anak-anak mereka terlibat dalam kerusuhan. Sebelumnya, PM Prancis Emmanuel Macron menuduh para perusuh mengeksploitasi kematian remaja berusia 17 tahun itu di tangan polisi.

Nanterre, kota yang diguncang kerusuhan

Datanglah ke Nanterre untuk mendapatkan pandangan menyeluruh tentang krisis yang tengah bergolak di Prancis. Tetapi jika Anda seorang jurnalis, amat disarankan untuk tetap menundukkan kepala.

ADVERTISEMENT

Pendekatan terhadap sekelompok pria muda - beberapa berjanggut, satu berbadan seperti binaragawan - di luar kafe Le 35 memantik rentetan sumpah serapah yang agresif dan acungan jari yang menyuruh saya untuk angkat kaki.

Di tempat kejadian polisi menembak mati seorang anak laki-laki berusia 17 tahun keturunan Aljazair Selasa lalu (27/06), perempuan-perempuan berjilbab meneriakkan umpatan pada polisi dan media dari mobil-mobil yang lewat.

Berkeliaran di jalanan dalam penyamaran - tanpa kamera atau buku catatan - melintasi mobil-mobil yang terbakar habis serta tempat-tempat yang hancur, kita dapat melihat sekilas bencana dalam beberapa hari terakhir.

Tiga perempuan kulit putih setengah baya, Lucille, Marie, dan Jeanne, sedang mengobrol dengan seorang teman pria kulit hitam di bangku di luar blok apartemen mereka. Daerah ini masih rapi, dikelilingi oleh taman-taman seperti banyak blok apartemen lainnya di Nanterre.

Mereka tidak mau difoto karena takut anak-anak mereka akan diidentifikasi dan dijadikan target, tetapi mereka bersedia untuk mengobrol.

Mobil yang terbakar di NanterreBBCWarga Nanterre telah melalui bermalam-malam kekerasan, penjarahan, dan kerusuhan.

"Tiga malam terakhir sangat mengerikan. Antara tengah malam dan jam 4 pagi ada kegaduhan di luar jendela kami. Tidak ada yang bisa tidur. Saya merasa seperti tinggal di planet lain," kata Lucille.

Apakah mereka merasa kemarahan dari para perusuh dapat dipahami, ketika salah satu penduduk muda Nanterre, Nahel, ditembak mati dalam pemeriksaan polisi?

"Kerusuhan ini tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi. Tentu saja, anak itu seharusnya tidak tewas. Tapi ngapain dia ngebut-ngebutan tanpa SIM pada jam delapan pagi, ketika anak-anak pergi ke sekolah?"

Marie melihat sebuah halte bus yang hancur dan dicorat-coret dengan grafiti yang bertuliskan "satu polisi, satu peluru".

"Anda lihat apa yang tertulis di sana? Saya benar-benar menentang itu. Saya tidak berpikir polisi rasis. Ada yang baik dan buruk di setiap kelompok orang," katanya.

Mereka tidak bersimpati pada ibu remaja yang meninggal, Mounia, yang ikut serta dalam pawai massal untuk mengenang Nahel pada hari Kamis (29/06).

"Apa yang dia lakukan di van atap terbuka itu di pawai? Itu tidak bermartabat. Itu bukan pawai kesedihan. Dia bermain politik." Yang lain mengangguk setuju.

"Anak laki-laki itu tidak dikenal karena apa pun. Hanya seorang berandalan."

Kantor pajak NanterreBBCBangunan publik seperti kantor pajak ini telah dijadikan sasaran serangan di Nanterre dan di daerah-daerah lain di Prancis.

Tak jauh dari sana di Avenue Georges Clemenceau, dipagari dengan pohon-pohon berangan, prefet (prefek) yang mengepalai departemen Hauts-de-Seine datang untuk memeriksa puing-puing di bagian kantor pajak setempat. "Menyedihkan, menyedihkan," katanya.

Roket kembang api yang ditembakkan oleh perusuh ke gedung itu telah meninggalkan lubang menganga di jendela lantai atas. Di permukaan jalan, setiap panel telah dihancurkan dengan alat berat. Formulir pajak yang hangus berserakan di luar pintu masuk.

Di antara yang menyaksikan adalah inspektur pajak Cyril, yang tinggal di Nanterre tetapi juga menolak untuk difoto.

"Apa yang saya rasakan hanyalah kesedihan yang menyedihkan," katanya. "Kantor pajak ini melayani masyarakat Nanterre. Uang dari sini digunakan untuk membiayai jasa untuk mereka. Apa gunanya menyerangnya? Ini adalah respons yang sama sekali tidak proporsional."

Bagaimanapun, Cyril mengatakan dia bersimpati dengan orang-orang yang ingin memprotes penembakan pada hari Selasa.

"Saya tidak yakin apakah polisi rasis itu benar. Anggap saja mereka memiliki sikap. Anak-anak di sekitar sini semuanya mendapat perlakuan kasar, seringkali karena mereka melakukan sesuatu yang bodoh, tentu saja.

"Tapi bagaimanapun, ini anak-anak," kata Cyril. "Petugas polisi itu orang dewasa. Dia punya pistol. Adalah tugasnya untuk mengendalikan situasi. Dan dia tidak melakukannya."

Ada pandangan yang jauh lebih kuat, tentu saja, di antara penduduk setempat yang mengambil bagian dalam pawai peringatan.

Seperti Bakari, yang tidak membenarkan kerusuhan tetapi percaya bahwa itu bisa dipahami: "Orang-orang tertentu bereaksi terhadap kekerasan dengan kekerasan."

"Saya tidak terkejut dengan [pembunuhan Nahel] karena kita semua punya pengalaman buruk dengan polisi. Ada yang baik dan buruk di mana-mana, tetapi sebagian besar polisi memang rasis."

Atau Yasmina: "Saya benar-benar membenci polisi Prancis. Saya berharap yang terburuk bagi mereka. Seluruh sistem dirusak oleh ideologi rasis yang sistemik.

"[Nahel] bisa saja adik laki-laki saya. Saya jadi kepikiran anak seperti itu bisa saja membuat kesalahan bodoh, seperti yang bisa dilakukan siapa pun. Dia tidak pantas mati."

Kota Nanterre jauh dari bayangan area miskin dan terisolasi yang digambarkan oleh beberapa orang. Kota itu luas, bersih, dan hanya berjarak dua perhentian di kereta komuter dari Arc de Triomphe di pusat kota Paris.

Menara distrik bisnis La Defense hanya selemparan batu dari situ.

Ada teater, universitas, sekolah tari opera nasional, dan taman besar yang diberi nama menteri kebudayaan mantan Presiden Charles de Gaulle, Andre Malraux. Sayangnya, kemarin komidi putar anak-anak yang telah berdiri di sana selama 50 tahun terakhir terbakar.

Kesan yang terasa dari kota itu adalah dua semesta yang bertabrakan.

Pada satu level, semua perlengkapan standar negara Prancis yang murah hati tampak jelas.

Bendera tiga warna berkibar; prefet datang untuk mensurvei wilayahnya; Kereta metro melesat di bawah tanah dan, di menara menjulang La Defense perusahaan-perusahaan multinasional menghasilkan miliaran dolar.

Fotografer Paris-Match Eric HadjBBCFotografer Paris-Match Eric Hadj mengatakan media sosial telah membantu para perusuh bergerak.

Tetapi dalam ruang geografis yang sama, ada cara lain untuk hidup: cara yang tampaknya benar-benar terasing dari sistem; yang dengan cepat melihat dan menunjukkan permusuhan; Yang mengatakan "ici on est chez nous" - wilayah ini adalah milik kami - dan mengacungkan jari kepada orang luar yang tidak diinginkan, seperti pers.

Di sebuah pompa bensin dekat kantor pajak, fotografer veteran Paris-Match Eric Hadj sedang mengamati mobilnya yang hancur dan menyiapkan formulir untuk klaim asuransi.

"Kami di sini pada hari Kamis selama pawai. Beberapa orang berbadan besar datang dan menyuruh kami keluar. Mereka mengatakan dengan cukup jelas bahwa risikonya akan sangat buruk jika kami tidak melakukannya. Ketika kami kembali hari ini, tentu saja, mobilnya benar-benar rusak."

Hadj telah melalui banyak kerusuhan pada masanya tetapi mengatakan dia belum pernah melihat yang seperti ini.

"Ini lebih buruk, jauh lebih buruk dari tahun 2005," katanya.

Semua orang di sini melihat kembali kerusuhan berkepanjangan baru-baru ini yang telah mengguncang banlieues atau pinggiran kota Prancis selama tiga minggu, bertanya-tanya akan sampai kapan kerusuhan ini akan berlangsung.

"Hari ini ada media sosial, yang memberi para perusuh keuntungan besar. Tapi, di atas segalanya, ada lebih banyak kekerasan. Mereka punya roket. Mereka tidak lagi menahan diri," kata sang fotografer.

Gerard Collomb, mantan walikota sosialis Lyon dan menteri dalam negeri di bawah Presiden Macron, terkenal karena ucapannya yang bernas.

Ketika turun dari jabatannya pada tahun 2018, dia menyesalkan kecenderungan mengkhawatirkan masyarakat Prancis untuk terpecah-belah menjadi komunitas-komunitas kontradiksi, pikirnya, dari satu Republik yang bersatu.

"Hari ini kita hidup berdampingan," katanya. "Besok, saya khawatir kita akan berhadap-hadapan."

Di Nanterre itu adalah satu wajah Prancis melawan yang lain.

Simak juga Video: Ledakan Gas di Tengah Kota Paris, 16 Orang Luka-luka

[Gambas:Video 20detik]



(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads