Marmer merupakan simbol kemewahan dari suatu bangunan, baik untuk hunian pribadi maupun area komersial. Selain lantai yang dibalut marmer, ada dua titik lainnya yang menjadi representasi nilai kemewahan. Dua titik itu adalah kamar mandi dan dapur. Merek-merek dari Eropa seperti Grohe, Kohler dan De Dietrich biasanya dijadikan pilihan.
Di balik merek-merek high end itu ada Magran Group. Inilah grup usaha yang telah menggeluti dunia bisnis impor marmer, kitchen appliances, sanitary & bathroom di Indonesia sejak tahun 1980. Magran pertama kali didirikan oleh 4 sahabat yang sama-sama kuliah di Jerman.
Sepeninggal salah satu founder, Magran Group akhirnya mengalami restrukturisasi dan regenerasi pada tahun 2013. Sejak saat itulah nakhoda Magran Group berada di tangan Dennis Rahardja. Pria kelahiran Braunschweig 39 tahun lalu itu merupakan putra salah satu founder utama. Dennis memimpin tiga perusahaan di bawah payung Magran Group.
Pertama, PT Panca Magran Wisesa yang bergerak di bisnis impor dan aplikasi marmer, granit, mozaik serta keramik. Kedua, PT Panca Anugrah Wisesa yang merupakan importir eksklusif berbagai merek perlengkapan dapur, perlengkapan mandi, pegangan pintu, aluminium truss dan mesin kopi Webber. Ketiga adalah PT Javanegra yang memproduksi biji kopi asli Indonesia dan kapsul kopi. Sejak memimpin Magran Group dua tahun lalu, diversifikasi bisnis keluarganya ini memang berkembang pesat. Dari awalnya hanya 2 divisi, Magran Group berkembang jadi 9 divisi. Jumlah karyawan pun bertambah dari 150 orang jadi 500 orang.
"Mungkin itu karena hasrat yang terpendam ya. Dulu selama saya di perusahaan tahun 1999 – 2013, banyak ide-ide bagus yang tidak bisa dieksekusi karena harus dapat persetujuan dari keempat founders. Sekarang semuanya jadi lebih mudah diwujudkan," kata Dennis.
Di dalam sebuah perusahaan yang didirikan atas dasar kekeluargaan dan prinsip para founders yang masih konservatif hal ini memang wajar terjadi. Tapi di bawah kepemimpinan Dennis sekarang semuanya berbeda. Di era baru Magran Group, mereka sangat mengandalkan kalangan profesional.
"Dari ratusan karyawan, pihak keluarga yang terlibat di Magran hanya tiga orang. Saya, adik kandung dan sepupu. Kita sengaja atur seperti itu untuk mempersiapkan era berikutnya," ujar ayah tiga anak itu. Dennis sadar betul bahwa setiap generasi belum tentu punya ketertarikan yang sama terhadap suatu bidang.
"Kalau mengharapkan anak saya atau anak adik saya nanti punya interest yang sama itu untung-untungan. Bagi saya, tidak apa-apa kalau di generasi selanjutnya tidak ada keluarga lagi yang terlibat. Asalkan visi dan misi Magran Group masih jalan," cetus pria yang menyukai dunia desain interior itu.
Sejak kecil, Dennis memang sering diajak orangtuanya melihat langsung lokasi tambang batu marmer di Italia. Jadi minat terhadap dunia marmer dan batu alam memang sudah tumbuh sedari kecil. Meski mengambil jurusan kuliah ekonomi, tapi hobi desain interior tetap melekat dalam hati Dennis. Setiap ke toko buku, selalu buku tentang interior yang ia cari.
Dennis sendiri mulai terlibat dalam bisnis keluarga pada tahun 1999. Setelah lulus kuliah ekonomi di Amerika Serikat, dia sempat bekerja sebagai konsultan keuangan. "Saya pulang ke Indonesia tahun 1997, tepat 2 bulan sebelum krisis moneter. Untungnya saya dapat pekerjaan sebagai konsultan yang jasanya sangat dibutuhkan perusahaan-perusahaan sakit waktu itu."
"Sempat saya pikir kok sial amat pulang pas krismon. Tapi kalau menengok ke belakang, masa itu benar-benar sebuah kesempatan belajar bagi saya. Saya sempat jadi konsultan di Magran. Dari situ saya lihat kalau perusahaan ini masih banyak kesempatan untuk tumbuh. Akhirnya saya memutuskan resign dan bergabung dengan Magran," cerita Dennis.
Ketika masuk perusahaan keluarga, Dennis benar-benar belajar dari nol tentang pemahaman barang. "Belajar tentang marmer itu tidak ada kuliahnya. Jenis dan warnanya banyak sekali. Saya terjun langsung ke tambang, merasakan suhu -10° bahkan sampai ke perbatasan Irak. Memang itu foundation yang diperlukan. Orang bisnis marmer sepatunya harus kotor," kelakar Dennis.
Sampai sekarang ia mengaku masih terus belajar. Setiap tahun terasa begitu menyenangkan karena selalu ada barang baru. Banyak tambang-tambang baru ditemukan di negara-negara yang belum tersentuh sebelumnya. Kebetulan Dennis juga hobi traveling sehingga bisnis marmer ini selalu menyenangkan baginya.![]() |
Bagi Dennis, passion memang sangat penting dalam menjalankan bisnis. "Tidak ada satu pun bisnis yang kita masuki itu tanpa dasar passion. Tapi bukan berarti semua yang saya suka lantas dijadikan bisnis," kata Dennis ketika ditanya mengenai alasannya mulai menggeluti bisnis kopi Javanegra dan mesin kopi kapsul Webber.
Javanegra sudah go international dan menjadi kebanggaan Dennis. Kopi Javanegra menjadi official gift untuk para negarawan saat APEC di Bali. Dalam jamuan makan kunjungan Presiden Joko Widodo ke White House belum lama ini, Javanegra pun turut eksis dalam daftar menu.
Selain itu, hal yang membuat Dennis bangga adalah fakta bahwa Javanegra merupakan satu-satunya bisnis non impor yang dijalani Magran Group. Biji kopi Javanegra diperoleh dari 7 daerah di Indonesia. Para petani kopi diberi pendidikan khusus oleh Javanegra dan hasil panennya dibeli di atas harga pasar.
Teknik penanamannya begitu unik karena dilakukan di hutan hujan, di antara pepohonan lebat. Bukan di lahan terbuka dengan paparan terik sinar matahari. Metode penanamannya pun sangat ramah lingkungan. Tidak ada hutan yang dibakar untuk dijadikan lahan penanaman kopi.
"Bisnis kopi punya benang merah dengan Magran Group. Banyak klien kita dari hotel-hotel. Kalau suplai marmer, saya pasti ketemu owner karena nilai kontraknya paling besar. Saat itu saya bisa bilang kalau semua hotel boutique, bintang 4 dan bintang 5 biasa meletakkan mesin kopi di setiap kamarnya. Lalu saya tawarkan mesin kopi perusahaan kita," tuturnya.
Magran Group sudah eksis di dunia real estate serta perhotelan Indonesia selama 35 tahun. Maka Dennis memanfaatkan betul peluang ini. "Biasanya suatu bisnis baru bisa untung di tahun kedua atau ketiga. Tapi kita bisa mencapai ROI di 6 bulan pertama karena membonceng di channel yang sama," tambahnya.
Dalam mengembangkan sayap bisnisnya, Dennis banyak mengandalkan bantuan dari BCA. Layanan yang paling sering ia gunakan adalah Trade BCA untuk mendukung bisnis Magran Group yang berbasis impor. Sedangkan tahun ini Dennis mulai menggunakan layanan Kredit Investasi untuk membiayai pembangunan pabrik pemotongan marmer baru di Cikupa.
"Saya pertama kali kenal BCA pada tahun 2005. Buat saya hubungan saya dengan BCA sudah seperti partner, kalau kita ada kesulitan seperti pada tahun 2008 BCA dapat mengatasi dengan baik. Buat saya, selama kita ada up and down BCA tetap terus membantu kita," cerita nasabah Prioritas BCA KCU Matraman itu.
Selama menjadi nasabah Prioritas, Dennis mengaku sangat puas dengan layanan BCA. "Terlepas dari Prioritas atau non-Prioritas, saya tidak merasakan bedanya. Sebelum saya masuk Prioritas pun saya sudah merasa menjadi Prioritas. BCA selalu terbuka, mendengarkan dan mau mengerti," ujar Dennis seraya menutup perbincangan.
BCA Senantiasa di Sisi Anda (adv/adv)