Setia Untung Arimuladi, itulah nama lengkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau saat ini. Selama sembilan bulan menjabat di Bumi Melayu Riau, Pak Untung, begitu sapaan akrabnya, telah mengajak semua jajarannya untuk terbuka soal informasi hukum.
Pria kelahiran Bandung 1 Desember 1961 ini, boleh disebut sebagai penyebar 'virus' keterbukaan informasi bagi jajaran Kejati Riau. Bukan tanpa sebab, orang nomor satu di Kejati Riau ini menelurkan soal keterbukaan informasi itu karena latar belakangnya yang pernah menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI.
Lama Untung berkecimpung sebagai humas yang menjembatani soal informasi. Baik kepada publik, terutama kepada awak media baik dalam dan luar negeri. Keterbukaan informasi yang telah dia galang selama bertugas di Kejagung, menjadi cikal bakal untuk dia terapkan kembali ketika menjadi pucuk pimpinan kejaksaan di Riau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari pengalaman itulah, sejak menjabat Kajati Riau pada Juli 2014 keterbukaan informasi ke publik dia terapkan di seluruh jajaran Kejati Riau. Suami dari Ny Detty Rahayu (51), pensiunan staf Setda Pemkot Bandung itu, tak mau lagi ada kesan kejaksaan masih dianggap momok yang menakutkan buat masyarakat. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, ayah dari Elvira Ardiyanti dan Dinar Adhiyanti ini, selalu mengibarkan bendera bahwa jaksa adalah sahabat masyarakat, jaksa sahabat pelajar.
Untung membuka kebuntuan informasi di kejaksaan yang selama ini terkesan sulit untuk ditembus wartawan. Pelan namun pasti, kakek satu orang cucu ini, mencoba membuka diri pada publik terlebih kepada media.
Tak guna heran, peraih setya lencana Karya Satya dua kali dari Presiden BJ Habibie dan Presiden Susilo Bambang Yudhono itu selalu memanggil sejumlah Kejari dan jajarannya untuk diberikan pemahaman soal keterbukaan informasi tersebut. Baginya, jaksa tidak boleh pelit membagi informasi khususnya kepada media untuk bisa tersampaikan secara luas kepada publik.
Di mata peraih S2 Magister Hukum dari Universitas Parahiyangan Bandung ini, kerjasama antara jaksa dan media telah membantu penyebaran informasi soal hukum, baik untuk kepentingan nasional maupun internasional. Itu sebabnya, pria yang juga hobi pakai batu akik ini tidak menginginkan jajarannya selalu tertutup.
Untung yang hobi menulis di majalah internal Kejagung itu saat ini benar-benar memanfaatkan Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau untuk berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi. Jika dulunya jabatan Kasi Penkum terkesan hanya pelengkap semata, kini di bawah tampuk pimpinannya jabatan Kasi Penkum dan Humas paling sibuk dalam urusan membagi informasi.
"Hidup tidaknya jaringan informasi dua arah, baik dari publik dan dari kejaksaan, itu tergantung peranan Humas. Humas kami inilah ujung tombak sebagai pembentukan opini positif terkait bidang hukum. Makanya saya sekarang, sangat mengaktifkan peran humas," kata Untung dalam perbincangan dengan detikcom, belum lama ini.
Selama ini, jika ada penangan kasus di masing-masing Kejari, maka ada kesan begitu sulit menembusnya. Semua gambaran betapa sulitnya mengakses informasi di kalangan jaksa, kini mulai dibenahi secara berlahan. Peran Kasi Penkum menjadi arti penting dalam menjembatani informasi ke kalangan Kejari yang ada di Riau.
Kajati Riau selama ini juga selalu suka bicara blak-blakan kepada wartawan ataupun kepada jajarannya sendiri. Dia tak segan-segan untuk menemui wartawan yang lagi nongkrong di kantin di Kejati Riau. Bila sudah bertemu, maka ia akan bercerita tentang berbagai hal, tidak mesti pada soal urusan berita. Begitulah gaya kesehariannya yang mengenali orang dengan pendekatan personal, bukan pendekatan karena jabatan.
Sekalipun kini bertugas di Riau, dia juga tak luput untuk tetap diburu kalangan jurnalis internasional. Terutama lagi soal eksekusi mati orang asing dalam kasus Bali Nine. Banyak wartawan luar negeri untuk mendapatkan informasi tetap menghubunginya.
"Sampai sekarang ini, ya banyaklah wartawan luar negeri menghubungi saya terkait rencana eksekusi mata WNA dalam kasus narkoba. Di sangka saya masih Kapuspenkum. Tapi mereka tetap saya arahkan dengan pengganti saya," kata Untung.
Selain menjalin komunikasi kepada wartawan, kini jajarannya juga membangun jaringan kedekatan dengan masyarakat dan pelajar se-Riau. Jajarannya diminta turun ke sejumlah SMA di Riau dalam memberikan penyuluhan antinarkoba.
"Kita saat ini sudah darurat narkoba sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi. Dari kasus narkoba yang kita tuntut, hampir separuh penggunanya kalangan remaja. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, makanya kita turun ke sekolah, agar generasi muda kita terhindar dari narkoba," kata Untung.
Begitupun, dia tidak menampik adanya sisi kelemahan para oknum jaksa. Baginya kritikan publik atas kesan negatif oknum jaksa, dijadikannya untuk melakukan pembinaan ke jajarannya. Baginya jaksa juga bukan malaikat, sehingga tidak tertutup kemungkinan ada intrik dalam penanganan perkara.
"Saya saat ini tengah menangani dua jaksa yang bermasalah. Yang pertama jaksa yang menangani perkara satu lagi jaksa dalam urusan pribadi yang dinilai melanggar etika dan moral. Keduanya masih dalam proses penyelidikan," kata Untung.
Sisi keluarga, anak bungsu dari 8 bersudara ini berasal dari keluarga TNI. Almarhum ayahnya, H Mohamad Imam Singgih merupakan pensiunan Letnan Kolonel TNI AD, dan ibunya Ismiarti.
Karena berasal dari keluarga TNI, apa lagi dirinya satu-satunya anak lelaki, sehingga orang tuanya sempat menitipkan harapan untuk bisa jadi penerusnya. Namun, sang anak memilih jalan yang berbeda justru menjadi PNS yang berkarier sebagai jaksa.
"Ayah saya meninggal dunia menjelang saya mendapat tugas sebagai Kajati Riau. Kami anak-anaknya 8 orang tidak ada yang ikut jejak ayah, kami semua menjadi PNS," kata Untung.
Nama Untung, katanya, diberikan orangtuanya dan neneknya, karena lahirnya anak paling akhir laki-laki. Karena sebelum lahirnya Untung, sang orang tua menginginkan memiliki anak laki-laki.
"Makanya nama saya Untung, karena beruntung saya lahir laki-laki. Kalau perempuan lagi, ya mungkin nama saya tidak Untung," katanya sembari tertawa.
(cha/rul)