Proses uji kelayakan dan kepatutan untuk Komjen Badrodin pun hingga kini tak kunjung diagendakan. Komisi III DPR RI malah berencana mengundang Presiden Jokowi untuk menjelaskan pembatalan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Rencana mengundang Presiden itu diambil dalam sebuah rapat pleno pekan lalu.
Menanggapi rencana Komisi III itu, pemerintah akan mengutus Menko Polhukam dan Menkum HAM untuk memberikan penjelasan ke DPR soal pergantian calon Kapolri dari semula Komjen Budi Gunawan menjadi Komjen Badrodin Haiti. Namun Komisi III yang membidangi masalah hukum dan keamanan itu akan menolak bila Presiden mengutus menterinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisi III hingga sepekan setelah surat Presiden diterima belum juga mengagendakan fit and proper test untuk calon Kapolri Komjen Badrodin Haiti. Alasannya menurut Trimedya hingga kini Komisi III DPR belum menerima surat dari Badan Musyawarah DPR.
DPR memiliki waktu selama 20 hari untuk menanggapi surat Presiden terkait pengajuan nama Kapolri. Batas waktu itu terhitung sejak surat Presiden dibacakan di paripurna pada 23 Maret 2015 sampai 20 April 2015.
Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 11 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Apabila sampai 20 hari DPR tidak memberikan jawaban, maka calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh dewan.
Pasal 11 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
(erd/try)