Kontras Sebut Ada Dugaan Rekayasa Kasus Pembunuhan di Nias

Kontras Sebut Ada Dugaan Rekayasa Kasus Pembunuhan di Nias

- detikNews
Senin, 16 Mar 2015 13:34 WIB
Jakarta - Ketuk palu hakim telah memutuskan vonis mati untuk dua terpidana mati pembunuh asal Nias. Namun hasil pengusutan KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) menyebutkan adanya indikasi rekayasa pada kasus itu.

"Kasus ini terjadi 24 April 2012 yang dituduhkan pembunuhan berencana dan sadis kepada kakak dan adik ipar yang bernama Rasullah Hia dan Yusman Telumbanua yang ditahan di Lapas Batu, Nusakambangan. Keduanya divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli. Khusus Yusman dia divonis hakim saat berumur 16 tahun yang merupakan kategori anak di bawah umur," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar dalam konferensi pers di kantornya Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (16/3/2015).

Kasus dua pembunuh sadis asal Nias ini terjadi ketika mereka ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br Halolho di Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara. Penyelidikan Polres Nias mendapati ada motif uang di balik kasus pembunuhan berencana ini. Ketuk palu hakim 21 Mei 2013 memutus hukuman mati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena ketiga orang ini tiba di Nias hendak membeli 3 tokek dengan harga Rp 500 juta. Belakangan keluarga ketiga korban mengungkap fakta di pengadilan kalau saat ke Nias ketiganya tidak membawa uang Rp 500 juta, hasil temuan polisi sendiri hanya ditemukan uang Rp 7 juta dalam proses pengadilan motif uang itu berubah menjadi jimat. Padahal penyidik Polres sendiri sudah mengantongi ketiga nama pelaku yang telah ditetapkan DPO oleh Polres Gunung Sitoli," tuturnya.

Staf pembela divisi hak politik KontraS, Arif Nurfikri mendapat beberapa temuan kejanggalan mulai dari proses penyelidikan hingga pengadilan. Seperti tidak adanya pendampingan kuasa hukum terhadap kedua orang terdakwa.

"Padahal dalam KUHP diatur tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara 15 tahun atau lebih, atau pidana mati atau tersangka dan terdakwa yang tidak mampu diancam dengan pidana 5 tahun, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib mendapatkan advokat dengan cuma-cuma. Sedangkan Yusman ini dan kakak iparnya mendapat bantuan kuasa hukum ketika proses hukum di pengadilan," kata Arif.

Arif telah bertemu dengan Yusman dan kakak iparnya di Lapas Batu, Nusakambangan. Kepada Arif mereka mengaku dapat penyiksaan oleh aparat penegak hukum.

"Mereka ditendang, dipukul, bahkan ketika di sel napi lain disuruh untuk menyiksa mereka dengan tujuan keduanya mengaku sebagai pelaku pembunuhan berencana. Anehnya lagi kenapa jaksa justru meloloskan perkara mereka berdua ini, sebenarnya ada apa," tuturnya.

Penyidik juga tidak mau menggali fakta-fakta dari peristiwa dan alat bukti lain. Sehingga fakta hukum yang diterima hanya diperoleh berdasarkan pengakuan kedua terdakwa, sedangkan pelaku sebenarnya hingga sekarang belum tertangkap.

"Saat saya bertemu Yusman dan kakak iparnya di Nusakambangan mereka baru bisa sedikit bahasa indonesia, sehingga kami menduga kalau saat diperiksa mulai dari polisi hingga hakim mereka tidak disediakan penerjemah bahasa. Selain itu berdasarkan akta lahir yang kami terima Yusman sendiri divonis hukuman mati oleh hakim saat di bawah umur, hal itu dapat dilihat melalui akta lahirnya," tutupnya.

Baik pihak pengadilan, kejaksaan maupun polisi belum memberikan pernyataan mengenai temuan dari KontraS ini.
(edo/fjr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads