Pengamat terorisme dan narkotika Irjen Benny Mamoto mengatakan, salah satu yang menjadi daya pikat Suriah kepada para WNI adalah harapan untuk hidup di negeri yang digadang-gadang akan berdiri khilafah.
"Lalu diiming-imingi keuangan sudah ada, yaitu dari bank yang dirampok, kilang-kilang minyak yang dirampas, dan di negara itu bisa menjalankan agama dengan tenang. Jadi iming-iming agama ada dibalut juga dengan ekonomi," kata purnawirawan polisi yang kini memilih mengajar di Pascasarjana UI ini, saat berbincang dengan detikcom, Minggu (15/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pula yang sekedar belajar persenjataan dan merangkai bom untuk kemudian kembali dengan membawa sederet ilmu yang kemudian diaplikasikan untuk teror. "Kalau di Suriah, mereka menamakan Hijrah. Baik dalam arti secara ideologi atau pun kewarganegaraan," kata Benny.
Yang menjadi persoalan kemudian, tidak ada saksi mata yang menceritakan langsung bagaimana mereka hidup di tengah perang. Namun, arus informasi dan juga iming-iming menetap di negeri khilafah terus membanjiri pemikiran.
"Oleh sebab itu arus WNI ke sana terus mengalir dan berbondong-bondong dan dengan cara apapun untuk sampai ke sana," kata Benny.
Sebagaimana diketahui, 16 warga negara Indonesia yang sebagian besar anak-anak ditahan oleh otoritas Turki setelah sebelumnya dikabarkan hilang dan akan bergabung dengan organisasi ISIS. Badrodin menyebut ada donatur yang membiayai para WNI itu terbang ke Turki.
Sumber terpercaya detikcom, Kamis (12/3) menyebutkan bahwa 10 orang dari rombongan berasal dari Pacitan, Lamongan, Jawa Timur. Mereka berinisial Ririn (perempuan) dan tujuh anaknya yaitu QMH, NS, JFN, IW, ANI, ARR, dan AU. Sumber menyebut, satu keluarga ini merupakan keluarga dari MH, tersangka teroris yang tewas dalam penyergapan di Tulungagung.
Polri sendiri saat ini mengusut pendanaan para WNI untuk sampai ke Turki. Tim dari BNPT dan Polri diterbangkan ke sana guna mengusut keterlibatan pihak lain.
(ahy/tfn)