Kondisi itu terjadi di Desa Hulo, Kec. Kahu, Bone, sekitar 80 kilometer dari ibukota Kab. Bone, Watampone. Setiap pagi puluhan siswa SD menyabung nyawa dengan meniti seutas kawat sepanjang 30 meter untuk bisa sampai ke sekolahnya di SD Inpres 657 Hulo, Kec. Kahu.
Di bekas jembatan gantung yang mulai rusak sekitar 5 tahun silam ini, siswa-siswa SD setiap pergi dan pulang adu-nyali dengan bergelantungan layaknya sedang bermain outbound. Padahal risikonya sangat fatal bila terjatuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan jika menyeberangi sungai Hulo di atas kawat ini para siswa hanya berjalan sekitar 200 meter ke sekolahnya. Titian kawat ini hanya bisa dilalui sekitar 5 siswa saja. Jadi setiap jam pergi dan pulang sekolah para siswa harus mengantre untuk menyeberang dengan kawat sisa jembatan.
Awalnya, jembatan gantung ini dimanfaatkan sebagai jalur transportasi masyarakat yang menghubungkan empat desa, yakni Desa Biru, Desa Cenrana, Desa Palakka dan Desa Hulo.
Menurut Ahmad Bare, salah satu warga Kahu yang dihubungi detikcom, Kamis (12/3/2015), kerusakan jembatan awalnya hanya lapuk lalu ambruk setahun lalu karena tergerus arus sungai. Warga setempat berinisiatif memanfaatkan dua bentangan kawat yang masih tersisa.
"Anak-anak SD terpaksa menyeberang sungai karena sekolah dasar hanya ada di desa seberang dan jembatannya sudah rusak," ujar Ahmad.
Di tempat terpisah, yakni Cimarga, Lebak, Banten, Selasa (10/3) pagi, sebuah jembatan gantung putus. Puluhan siswa SD yang hendak berangkat ke sekolah dan pasutri terjatuh ke sungai dan terluka. Jembatan tersebut diketahui sudah belasan tak diperbaiki.
Adakah jembatan serupa di daerah Anda? Kirim cerita dan fotonya ke redaksi@detik.com atau pasangmata.com. Jangan lupa sertakan kontak telepon.
(mna/vid)