Korupsi TransJakarta, Eks Anak Buah Udar Pristono Dihukum 5 Tahun Bui

Korupsi TransJakarta, Eks Anak Buah Udar Pristono Dihukum 5 Tahun Bui

- detikNews
Jumat, 06 Mar 2015 14:33 WIB
Jakarta - Bekas Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Drajad Adhyaksa, dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsidair bulan 3 kurungan. Bawahan Udar Pristono saat menjabat Kadishub DKI ini terbukti melakukan penyimpangan sehingga terjadi korupsi pada pengadaan bus TransJakarta tahun 2013.

"Menyatakan terdakwa Drajad Adhyaksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Hakim Ketua Supriyono membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Jumat (6/3/2015).

Penyimpangan pengadaan bus TransJ terjadi mulai tahap perencanaan, pelelangan hingga pengawasan. Drajad selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengabaikan prosedur pengadaan yang wajib dipatuhi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Majelis Hakim, Drajad pada tahap perencanaan menyerahkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa berupa spesifikasi teknis dan harga perkiraan sendiri (HPS) ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BPPT memang dilibatkan dalam perencanaan pengadaan bus TransJ tahun 2012 saat Kadishub dijabat Udar Pristono.

Dalam pengadaan ini, Drajad Ahdyaksa menyampaikan ke Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto agar membuat perencanaan dengan mengacu kontrak pada tahun 2012.

"Prawoto kemudian menyusun spesifikasi teknis hanya berdasarkan review spesifikasi tahun 2012 dan spesifikasi dari pemegang merk yang disesuaikan dengan spesifikasi teknis menurut PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan," ujar Hakim Supriyono.

Hasil penyusunan HPS kemudian diserahkan Prawoto dan Tim BPPT kepada Drajad. Setelah menerima hasil pekerjaan perencanaan, Drajad memberikannya kepada Ketua Panitia Pengadaan Setiyo Tuhu. Selanjutnya, Setiyo Tuhu melaksanakan pelelangan untuk 15 paket pekerjaan pengadaan bus single, gandeng dan bus sedang.

Pada proses pelelangan tersebut, penyimpangan terjadi karena perusahaan yang lulus penilaian kualifikasi sebenarnya tidak memiliki Kemampuan Dasar (KD) sesuai dengan pekerjaan yang dilelangkan.

Apalagi PT Putriasi Utama Sari yang memberi penawaran dengan harga terendah malah digugurkan oleh Setiyo Tuhu karena dianggap tidak memenuhi syarat administrasi dan keagenan.

Dari 14 paket yang berhasil dilaksanakan pelelangannya, hanya 4 paket pengadaan yang telah diserahterimakan penyedia barang kepada Drajad Adhyaksa yaitu PT Korindo Motors (Paket I articulated bus/30 unit), PT Mobilindo Armada Cemerlang (Paket IV articulated bus/30 unit), PT Ifani Dewi (Paket V articulated bus/30 unit) dan PT Ifani Dewi (Paket II single bus).

Pada 27 Desember 2013, Drajad tetap menerima bus articulated dan single padahal Agus Sudiarso Direktur PT Ifani Dewi, Chen Chong Kyeong Dirut PT Korindo Motors dan Budi Susanto Dirut PT Mobilindo Armada Cemerlang menyerahkan unit bus yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

Apalagi konsultan pengawas telah memberitahukan bahwa bus tidak sesuai spesifikasi sehingga seharusnya tidak dapat diterima.

"Hingga 27 Desember 2013, masih banyak unit-unit bus yang tidak sesuai spesifikasi, masih ada kekurangan-kekurangan atau pekerjaan belum 100 persen akan tetapi terdakwa tetap melakukan serah terima barang kepada penyedia barang. Dengan demikian terdakwa tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak secara benar," tegas Hakim Supriyono.

Setelah berita acara serah terima yang ditandatangani Drajad dengan penyedia barang, maka diterbitkan surat perintah pencairan dana pembayaran kepada perusahaan-perusahaan penyedia barang. "Ada penyimpangan dari proses lelang sehingga ada harga yang tidak wajar," sambung Hakim.

Drajad Ahdyaksa selaku Kuasa Pengguna Anggaran menurut Majelis Hakim mengetahui adanya unit-unit bus yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan mengalami kekurangan-kekurangan karena bobot pekerjaan tidak selesai seperti 29 bus articulated paket V bobot pekerjaan baru mencapai 96,2 persen dan 36 unit bus single paket II bobot pekerjaan baru mencapai 93,5 persen.

"Akan tetapi terdakwa Drajad Adhyaksa menyetujui pembayaran dan menandatangani kuitansi pembayaran terhadap penyedia barang. Seharusnya penyedia barang telah melaksanakan pekerjaan 100 persen baru disetujui pembayaran. Dengan demikian terdakwa tidak mengawasi pelaksanaan anggaran secara benar," papar Hakim Supriyono.

Terkait perkara ini, Majelis Hakim menyebut ada pengembalian dari perusahaan-perusahaan pelaksana dan perorangan sampai dengan November 2014 sebesar Rp 17,563 miliar yang disimpan dalam rekening pada Kejaksaan Agung.

Total kerugian keuangan negara pada pengadaan bus TransJakarta tahun 2013 ini mencapai Rp 53,466 miliar. Drajad terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(fdn/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads