SMPN 41 mengaku tak pernah mengajukan Uninterruptable Power Supply (UPS) senilai Rp 6 miliar sebagaimana yang tercantum dalam APBD 2015 versi DPRD. Selama ini, alat termahal yang pernah diajukan sekolah itu berharga Rp 100 juta. Itu pun belum dipenuhi hingga tahun 2015. Alat apa itu?
"Nggak pernah tuh sampe bermiliar-miliar begitu," kata Wakil Kepala SMPN 41 Unang Nurahman saat ditanya detikcom tentang pengajuan kebutuhan paling mahal yang pernah diajukan sekolahnya yang beralamat di Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (27/2/2015).
Unang yang sudah mengajar di SMPN 41 sejak 17 tahun ini lalu mengatakan bahwa pengajuan yang paling mahal diajukan sekolahnya itu diajukan pada 3 tahun lalu. Namun hingga kini, belum juga dipenuhi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih membutuhkan UPS, sekolahnya kini lebih membutuhkan LCD dan renovasi di beberapa titik sekolah.
"Kegiatan belajar mengajar kekurangan LCD sama renovasi di beberapa bagian sekolah," jelas dia.
Kejadian kasus UPS ini, menurutnya adalah untuk pertama kalinya. Di mana pihaknya tak mengajukan, namun tahu-tahu ada di APBD.
"Itu akan kita rapatkan lagi... belum pernah sebelumnya seperti ini," tutup dia.
UPS adalah alat untuk mencegah komputer mati saat listrik turun. Pengadaan UPS ini menjadi berita setelah Gubernur Ahok bersitegang dengan DPRD tentang APBD 2015. Ahok mencium ada oknum DPRD yang mengubah APBD tidak lewat e-budgeting dan memasukkan sejumlah proyek fiktif senilai Rp 12,1 triliun. Untuk pendidikan saja, jumlah proyek fiktif sebanyak Rp 105 miliar, termasuk pengadaan UPS dan professional development for teacher melalui pelatihan guru ke luar negeri Rp 25,5 miliar.
Di Jakarta, harga UPS bermacam-macam namun harga Rp 6 miliar dinilai aneh dan secara IT tidak logis. Sementara itu menurut Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik anggaran Rp 12,1 triliun sudah sah dan disetujui bersama satuan perangkat kerja daerah (SKPD) Pemprov Jakarta.
(nwk/nrl)