Kasubdit Renakta AKBP Didi Hayamansah mengatakan, Retno diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Iya betul tadi yang bersangkutan kami periksa terkait pelaporan orangtua murid yang melaporkan pencabulan terhadap anaknya. Statusnya saksi," kata Didi saat dihubungi detikcom, Senin (23/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi skorsing itu diberikan menyusul adanya laporan warga sekitar sekolah yang melaporkan dugaan tindakan pengeroyokan oleh sejumlah murid sekolah tersebut.
"Kalau yang pelaporan diskriminasi karena skorsing itu pelapornya belum mau diperiksa," kata Didi.
Didi mengatakan, terkait masalah skorsing dari pihak SMA 3 terhadap 6 siswa yang diduga melakukan pengeroyokan, pihaknya masih mendalami laporan tersebut.
"Intinya apakah skorsing itu dilakukan sesuai SOP yang berlaku. Kalau untuk tata tertib sekolah, artinya ada rapat dewan guru tentunya mereka punya standar sendiri dalam memberikan hukuman kepada murid dan apakah itu sesuai dengan ketentuan dari Dinas Pendidikan atau tidak," jelasnya.
"Kami juga sudah memanggil kepala dinas pendidikan DKI. Mereka katakan jangan sampai hak anak dihilangkan, diupayakan agar anak tetap bisa sekolah," tambahnya.
Untuk pelaporan soal skorsing tersebut, Didik mengatakan bahwa pihaknya mengedepankan musyawarah dan kemanusiaan.
Secara terpisah, Retno mengatakan pemeriksaan sebagai saksi atas kasus pencabulan terhadap salah satu siswinya yang diduga dilakukan oleh E adalah 'salah alamat'. Sebab, kata dia, dirinya tidak tahu-menahu soal itu.
"Diperiksa 4 jam, 27 pertanyaan. Intinya apakah saudara melihat, mendengar dan merasakan? Saya katakan tidak, karena memang tidak melihat, tidak mendengar dan tidak meresakan," kata Retno.
Awalnya, Retno berniat tidak memenuhi panggilan tersebut karena menurutnya dirinya tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang saksi atas laporan tersebut.
"Tetapi sebagai warga negara yang baik, ya saya datang. Tetapi memang tadi saya katakan ke penyidik kalau saya memang tidak tahu soal itu. Nanti kalau saya bilang saya tahu tetapi tidak tahu, dikira saya berikan keterangan palsu dong," tuturnya.
Di sisi lain, Retno mengatakan jika dirinya siap diperiksa sebagai terlapor atas laporan dugaan diskriminasi terhadap sejumlah siswa yang dibuat oleh orangtua salah satu murid berinisial P.
"Ya saya siap. Meskipun tuduhan diskriminasi itu juga tidap tepat, karena kalau melihat undang-undang, diskriminasi itu pembedaan suku, agama dan ras. Tetapi ini kan tidak," katanya.
Retno pun mengklarifikasi masalah pemberian skorsing terhadap sejumlah siswa SMA 3 ini. Ia mengatakan, keputusan skorsing itu dilakukan setelah pihaknya melakukan pemanggilan terhadap para siswa yang diduga melakukan pengeroyokan dan juga rapat internal.
"Kami mendapat rekaman CCTV dari warga, ada warga dikeroyok oleh diduga anak-anak kami, ya kami minta keterangan. Peraturan itu ada sebelum saya menjabat sebagai kepsek. Saya baru satu bulan jadi Kepsek dan peraturan di SMA 3 itu sudah bagus karena sampai detil peraturannya, misalnya yang memukul ada sanksinya," paparnya.
Awalnya, ia memberikan skorsing terhadap 17 siswa yang diduga melakukan pengeroyokan. Namun kemudian ia merevisi sanksi tersebut, sehingga hanya tersisa 3 yang diskorsing. Hal itu ia lakukan setelah melihat rekaman CCTV warga.
"Dari CCTV itu terlihat sebagian saja, tidak semuanya. Sehingga dari 17 kemudian kita revisi jadi 6, yang satu H (siswi yang diduga dicabuli) itu direvisi, dua lagi dalam proses, jadi sisa tiga. Nanti ada nambah 3 lagi yg diduga ikut memukul, sedang proses. Jadi total tinggal 6 lagi," bebernya.
Ia menambahkan, pemberian sanksi tersebut dilakukan semata-mata untuk menegakkan peraturan yang diterapkan di SMA 3. Ia tidak ingin jika para anak didiknya tumbuh dalam kekerasan. Di sisi lain, ia mengaku jika tindakan itu semata-mata dilakukan untuk melindungi anak didiknya.
"Ini justru melindungi mereka. Kami khawatir, jika tidak kami beriksan sanki, nanti terjadi gesekan yang lebih luas dengan warga sekitar lingkungan sekolah, agar mereka juga tidak dipidanakan," cetusnya.
Untuk diketahui, persoalan muncul ketika seorang siswi diduga mendapatkan pencabulan dari seorang pemuda berinisial E, yang merupakan alumnus SMA 3 Jakarta. Dugaan pencabulan tersebut terjadi beberapa pekan lalu, di sekitar lingkungan sekolah.
Pacar siswi yang juga murid SMA 3 beserta teman-temannya kemudian diduga mengeroyok E hingga babak belur. Tak terima, E kemudian mengadukan murid-murid tersebut ke pihak sekolah. E juga telah melaporkan sejumlah siswa yang diduga mengeroyok dirinya, ke Polres Jakarta Selatan.
Setelah melalui rapat, mengumpulkan keterangan saksi-saksi termasuk anak-anak yang diduga mengeroyok itu, Retno kemudian mengeluarkan sanksi skorsing terhadap 17 murid, salah satunya siswi korban dugaan pencabulan.
Namun kemudian keputusan itu direvisi dua kali, hingga mengerucut jadi 3 orang. Retno mengatakan, ada 3 siswa lainnya yang sedang diproses untuk diberi skorsing. Atas pemberian skorsing inilah, Retno kemudian dilaporkan oleh orangtua salah satu muridnya.
(mei/mpr)