Camat Benowo Tomi Ardiyanto menegaskan bahwa persoalan warga tersebut harus diakhiri. Lurah Sememi Mustofa pun diperintahkan segera menyelesaikan sengketa yang berbuntut mundurnya Ketua RW VII Taufik Rachman dan sejumlah RT secepatnya.
"Lurah harus bisa menyelesaikan paling lambat hari Senin mendatang," kata Tomi kepada detikcom, Sabtu (14/2/2015).
Bagi Tomi, sudah tugasnya sebagai lurah untuk turun berbaur ke masyarakat termasuk bila ada permasalahan yang terjadi juga harus mencarikan solusi.
"Saya sudah tegur lurah untuk sering berbaur dan menyerap aspirasi warga agar tidak ada gejolak. Lurah juga harus mensosialisasikan hasil pertemuan ke warga agar tidak terjadi salah paham," terangnya.
Tomi juga menyatakan saat pertemuan dengan warga di kecamatan, mendapat laporan dari sang lurah dan lantas membuat surat setelah koordinasi dengan kepolisian. Namun, hasil rapat itu ternyata sama lurah tidak langsung disosialisasikan ke warga RW VII.
"Itu yang saya sesalkan, kalau ketua RW VII ingin mengajak dialog lagi mestinya kita kasih ruang. Ternyata belum mendapat hasil pertemuan karena tidak datang, dan portal sudah dibuka," kata Tomi.
Lurah Mustofa pun janji akan menyelesaikan agar warga di RT VII dan V tidak lagi bersitegang mengenai jalur akses alternatif yang sempat diributkan.
Sebelumnya, camat dan lurah ianggap melecehkan pengurus RW dan RT dengan membuka paksa portal Perumahan Griya Cipta Asri di Sememi akibat takut dengan warga RW V.
"Kita sebagai pengurus merasa dilecehkan, camat dan lurah mengambil keputusan sendiri meski belum ada mufakat," kata Taufik Rochman, Ketua RW VII, Rabu (11/2/2015) pagi.
Karena kecewa, Taufik langsung menyerahkan stempel RW VII kepada Sekretaris Kelurahan Sememi Hendri. "Saya mundur. Buat apa kalau camat dan lurah berjalan seenaknya sendiri," kata Taufik.
Buntut dari persoalan itu adalah, warga RW VII Bandarejo Sememi menutup akses perumahan menuju kampungnya. Warga perumahan yang terdiri dari 7 RT pun gerah dan akhirnya ikut menutup akses. Kedua pihak pun saling memasang gembok di portalnya pada November 2014.
Warga Bandarejo meminta kompensasi. Dari Rp 10 Juta kemudian minta Rp 5 Juta. Namun warga perumahan menolak. Tak berselang lama, warga Bandarejo mendadak meminta portal dibuka semua.
"Kita siap membuka, asal orang yang bikin masalah itu meminta maaf. Mereka yang awalnya menutup kok, warga perumahan disalahkan," kata Taufik.
Persoalan yang meruncing itu kemudian berusaha diselesaikan di kecamatan. Perundingan digelar dihadiri dua belah pihak. Pertemuan pertama, tidak ada kesepakatan karena warga Bandarejo yang meminta portal kembali dibuka juga menuntut pelebaran jalan akses. Deadlock!.
Pertemuan kedua pada Jumat pekan lalu, berusaha digelar. Tapi dari 7 RT di RW VII hanya hadir 3 RT. "Saya tidak bisa datang karena undangannya mendadak. Dan di pertemuan itu diputuskan portal harus dibuka semua oleh kecamatan," katanya.
Yang membuat Taufik marah adalah surat keputusan pembukaan dari kecamatan belum diterima, namun portal telah dibuka paksa pada Rabu pagi.
(gik/gik)