Kisah Pimpinan KPK 'Berkawan' dengan Teror

Kisah Pimpinan KPK 'Berkawan' dengan Teror

- detikNews
Sabtu, 14 Feb 2015 09:33 WIB
Kisah Pimpinan KPK Berkawan dengan Teror
Jakarta - Sudah menjadi rahasia umum, ancaman fisik dan psikis hingga berbau klenik biasa dialami pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pegawainya. Reaksi pimpinan KPK pun beragam menghadapi teror tersebu.

Teror terpanas, dialami penyidik dan sejumlah pegawai lain salah satunya di bagian Biro Hukum lembaga antikorupsi itu. KPK telah membentuk tim khusus untuk melakukan pelacakan.

Teror-teror itu rupanya tidak membuat nyali para pimpinan KPK dan jajarannya menjadi ciut. Beragam cara pimpinan dan mantan pimpinan KPK menghadapi ancaman itu. Mereka menyerahkan segalanya kepada Allah. Teror itu dinilai sebagai risiko perjuangan dalam memberantas korupsi. Ada juga yang justru menyimpan SMS penuh caci maki itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Berikut 3 kisah pimpinan KPK mengadapi teror:

1. Ngaji Sajalah


Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) ditangkap tim Bareskrim Polri saat mengantar anaknya ke sekolah. Dalam perjalanan, ia mengaku diteror.

"Saya merasa diteror ketika di dalam mobil saya dikatakan punya banyak kasus," demikian kata Bambang seperti dituturkan pengacaranya Usman Hamid, Jumat (23/1/2015).

Usman mengatakan, BW juga tidak terima karena anaknya paling kecil yang masih duduk di bangku SD ditanyai polisi identitasnya. Menurut BW hal itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkara.

Ditambahkan Usman, BW juga merasa diperlakukan dengan kekerasan karena diborgol saat ditangkap dan dibawa ke Bareskrim Mabes Polri.

BW tidak trauma meski diteror. Ia tetap melakukan aktivitas seperti biasa, salah satunya mengantar anak sekolah. "Nganterlah," kata Bambang saat ditemui di rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/1/2015).

Menurut BW, hari ini tidak ada jadwal sekolah anak karena libur. Karena itu, dia akan beristirahat dulu kalau belum sempat tidur seharian.

Pengacara yang aktif di berbagai kegiatan antikorupsi itu memang tidak terlihat trauma sedikit pun. Dia masih segar dan mengaji. Lalu berganti baju hingga menggelar salat Subuh berjamaah di masjid An-nur yang terletak di samping rumah.

"Nggak, lihat aja masih segar-segar aja, saya juga ngaji ajalah, sudahlah serahin aja," terangnya.

BW ditangkap di jalanan usai mengantar anaknya sekolah di SDIT Nurul Fikri, Depok. Ayah tiga anak itu kemudian diborgol, diteror sepanjang perjalanan, hingga anaknya yang bernama Izzat (20) diangkut.

Lewat proses lobi dan negosiasi yang alot, polisi akhirnya membebaskan BW dengan jaminan para pimpinan KPK.

1. Ngaji Sajalah


Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) ditangkap tim Bareskrim Polri saat mengantar anaknya ke sekolah. Dalam perjalanan, ia mengaku diteror.

"Saya merasa diteror ketika di dalam mobil saya dikatakan punya banyak kasus," demikian kata Bambang seperti dituturkan pengacaranya Usman Hamid, Jumat (23/1/2015).

Usman mengatakan, BW juga tidak terima karena anaknya paling kecil yang masih duduk di bangku SD ditanyai polisi identitasnya. Menurut BW hal itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkara.

Ditambahkan Usman, BW juga merasa diperlakukan dengan kekerasan karena diborgol saat ditangkap dan dibawa ke Bareskrim Mabes Polri.

BW tidak trauma meski diteror. Ia tetap melakukan aktivitas seperti biasa, salah satunya mengantar anak sekolah. "Nganterlah," kata Bambang saat ditemui di rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/1/2015).

Menurut BW, hari ini tidak ada jadwal sekolah anak karena libur. Karena itu, dia akan beristirahat dulu kalau belum sempat tidur seharian.

Pengacara yang aktif di berbagai kegiatan antikorupsi itu memang tidak terlihat trauma sedikit pun. Dia masih segar dan mengaji. Lalu berganti baju hingga menggelar salat Subuh berjamaah di masjid An-nur yang terletak di samping rumah.

"Nggak, lihat aja masih segar-segar aja, saya juga ngaji ajalah, sudahlah serahin aja," terangnya.

BW ditangkap di jalanan usai mengantar anaknya sekolah di SDIT Nurul Fikri, Depok. Ayah tiga anak itu kemudian diborgol, diteror sepanjang perjalanan, hingga anaknya yang bernama Izzat (20) diangkut.

Lewat proses lobi dan negosiasi yang alot, polisi akhirnya membebaskan BW dengan jaminan para pimpinan KPK.

2. Saling Jaga dengan Tetangga

Mantan komisioner KPK Haryono Umar bertutur terkait ancaman yang pernah diterimanya selama menjabat sebagai pimpinan KPK periode 2007-2011 silam. Ancaman yang diterima Haryono mulai dari sms hingga didatangi langsung ke kediamannya.

"Pastilah ada (ancaman). Ya macam-macam, ada yang sms, telepon, bahkan datang ke kediaman," kata Haryono saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/2/2015).

Haryono sadar hal tersebut merupakan konsekuensi dari tugasnya sebagai pimpinan lembaga anti korupsi. Ia merasa beruntung lingkungan tempat tinggalnya termasuk memiliki tingkat kekeluargaan yang tinggi.

"Sampai ada yang melempar-lempar sesuatu yang nggak nyata, semacam santet," ujar Haryono.

"Tetangga suka saling jaga. Polsek juga rutin melakukan patroli, kadang malam-malam, kadang pagi-pagi dia datang lagi," lanjutnya.

Tak lagi menjadi bagian dari KPK bukan berarti ancaman itu benar-benar hilang. Haryono menyatakan ada saja orang yang menyangkanya masih menjadi bagian KPK.

"Ada saja orang yang sms, nyangka saya masih di KPK, memaki-maki, marah-marah," tuturnya.

Terkait adanya informasi penyidik KPK yang hilang dan sampai sekarang belum kembali, Haryono mengaku tak tahu. Namun ia tak membantah jika memang banyak hal aneh yang kerap diterima oleh para pegawai KPK.

"Setahu saya kalau sampai hilang dan nggak ketemu itu nggak ada ya. Kalau pun benar, pasti KPK tidak akan tinggal diam," tuturnya.

2. Saling Jaga dengan Tetangga

Mantan komisioner KPK Haryono Umar bertutur terkait ancaman yang pernah diterimanya selama menjabat sebagai pimpinan KPK periode 2007-2011 silam. Ancaman yang diterima Haryono mulai dari sms hingga didatangi langsung ke kediamannya.

"Pastilah ada (ancaman). Ya macam-macam, ada yang sms, telepon, bahkan datang ke kediaman," kata Haryono saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/2/2015).

Haryono sadar hal tersebut merupakan konsekuensi dari tugasnya sebagai pimpinan lembaga anti korupsi. Ia merasa beruntung lingkungan tempat tinggalnya termasuk memiliki tingkat kekeluargaan yang tinggi.

"Sampai ada yang melempar-lempar sesuatu yang nggak nyata, semacam santet," ujar Haryono.

"Tetangga suka saling jaga. Polsek juga rutin melakukan patroli, kadang malam-malam, kadang pagi-pagi dia datang lagi," lanjutnya.

Tak lagi menjadi bagian dari KPK bukan berarti ancaman itu benar-benar hilang. Haryono menyatakan ada saja orang yang menyangkanya masih menjadi bagian KPK.

"Ada saja orang yang sms, nyangka saya masih di KPK, memaki-maki, marah-marah," tuturnya.

Terkait adanya informasi penyidik KPK yang hilang dan sampai sekarang belum kembali, Haryono mengaku tak tahu. Namun ia tak membantah jika memang banyak hal aneh yang kerap diterima oleh para pegawai KPK.

"Setahu saya kalau sampai hilang dan nggak ketemu itu nggak ada ya. Kalau pun benar, pasti KPK tidak akan tinggal diam," tuturnya.

3. Simpan SMS Sadis dan Tersenyum

Busyro Muqoddas ingat betul saat menangani kasus Wa Ode Nurhayati. Saat itu dia menjadi Ketua KPK. Ketika bukti kuat dan menetapkan menjadi tersangka kasus penyuapan itu, Busyro mendapatkan berbagai cibiran. Bahkan dia mendapat SMS sadis. Aktivis Muhammdiyah ini tak gentar. Busyro kini masih menyimpan SMS itu dan tersenyum membacanya.

"Isinya kurang lebih begini: Anjxxx yang diberi makan saja tidak menggigit tuannya. Manusia yang baik itu yang berterimakasih pada orang yang telah membesarkannya. Manusia yang tidak berterimakasih itu lebih rendah daripada anjxxx. Orang Indonesia, yang lebih rendah daripada anjxxx itu adalah Busyro Muqoddas," ujar Busyro saat membacakan SMS itu di rumahanya di Nitikan, Yogyakarta, Kamis (18/12/2014).

Busyro mengaku akan menyimpan SMS itu untuk membuat buku dan agar menjadi pelajaran serta pengetahuan. Busyro tahu siapa yang mengirimkan SMS itu, seorang anak muda usia 30-an dan kini anggota DPR.

"Bukan BM, tapi busyro Muqoddas lho. Nah selama hidup baru sekali itu saya dianjxxx2kan seperti itu oleh orang terpelajar. Saya kenal banget, orangtuanya juga kenal banget. Kenal dekat tapi sama orangnya jarang banget ketemu kecuali kalau ada urusan tertentu. Dia tidak masuk Muhammadiyah, dia aktif di partai," jelas Busyro.

Busyro mengaku tidak marah mendapat SMS itu. Dia hanya kaget, seorang anak muda yang semestinya memiliki semangat antikorupsi tetapi berpikir lain.

"Kok bisa ya, sarjana, Magister, aktivis partai melakukan itu. Dari situ saya pahami, kalau berparpol itu mulia, jika yang berparpol itu, paham apa sih parpol itu, sebagai representatif masyarakat, advokat derita rakyat, artikulator penderitaan rakyat," urai dia.

"Saya berkesimpulan, ternyata tidak mudah berparpol. Buktinya kasus WON, ada SMS itu, itu bukan datang dari orang kampungan tapi dari orang terpelajar, tapi tampak dia tidak terdidik. Sebenarnya (orang yang berkirim SMS itu-red), dia tidak sah menjadi anggota DPR. Dia tuna moral. Namanya saya nggak mau sebut namanya sampai sekarang," jelas Busyro.

Busyro kini tengah menunggu pengumuman seleksi pimpinan KPK. Dia mendaftar untuk yang kedua kalinya. Komisi III DPR rencananya baru Januari mendatang memutuskan apakah Busyro atau Robby Arya Brata yang menjadi pimpinan KPK.


3. Simpan SMS Sadis dan Tersenyum

Busyro Muqoddas ingat betul saat menangani kasus Wa Ode Nurhayati. Saat itu dia menjadi Ketua KPK. Ketika bukti kuat dan menetapkan menjadi tersangka kasus penyuapan itu, Busyro mendapatkan berbagai cibiran. Bahkan dia mendapat SMS sadis. Aktivis Muhammdiyah ini tak gentar. Busyro kini masih menyimpan SMS itu dan tersenyum membacanya.

"Isinya kurang lebih begini: Anjxxx yang diberi makan saja tidak menggigit tuannya. Manusia yang baik itu yang berterimakasih pada orang yang telah membesarkannya. Manusia yang tidak berterimakasih itu lebih rendah daripada anjxxx. Orang Indonesia, yang lebih rendah daripada anjxxx itu adalah Busyro Muqoddas," ujar Busyro saat membacakan SMS itu di rumahanya di Nitikan, Yogyakarta, Kamis (18/12/2014).

Busyro mengaku akan menyimpan SMS itu untuk membuat buku dan agar menjadi pelajaran serta pengetahuan. Busyro tahu siapa yang mengirimkan SMS itu, seorang anak muda usia 30-an dan kini anggota DPR.

"Bukan BM, tapi busyro Muqoddas lho. Nah selama hidup baru sekali itu saya dianjxxx2kan seperti itu oleh orang terpelajar. Saya kenal banget, orangtuanya juga kenal banget. Kenal dekat tapi sama orangnya jarang banget ketemu kecuali kalau ada urusan tertentu. Dia tidak masuk Muhammadiyah, dia aktif di partai," jelas Busyro.

Busyro mengaku tidak marah mendapat SMS itu. Dia hanya kaget, seorang anak muda yang semestinya memiliki semangat antikorupsi tetapi berpikir lain.

"Kok bisa ya, sarjana, Magister, aktivis partai melakukan itu. Dari situ saya pahami, kalau berparpol itu mulia, jika yang berparpol itu, paham apa sih parpol itu, sebagai representatif masyarakat, advokat derita rakyat, artikulator penderitaan rakyat," urai dia.

"Saya berkesimpulan, ternyata tidak mudah berparpol. Buktinya kasus WON, ada SMS itu, itu bukan datang dari orang kampungan tapi dari orang terpelajar, tapi tampak dia tidak terdidik. Sebenarnya (orang yang berkirim SMS itu-red), dia tidak sah menjadi anggota DPR. Dia tuna moral. Namanya saya nggak mau sebut namanya sampai sekarang," jelas Busyro.

Busyro kini tengah menunggu pengumuman seleksi pimpinan KPK. Dia mendaftar untuk yang kedua kalinya. Komisi III DPR rencananya baru Januari mendatang memutuskan apakah Busyro atau Robby Arya Brata yang menjadi pimpinan KPK.


Halaman 2 dari 8
(aan/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads