Pengajar Unand, Ilmuwan Sumbar, dan Masyarakat Minangkabau Tolak Penghancuran KPK

Pengajar Unand, Ilmuwan Sumbar, dan Masyarakat Minangkabau Tolak Penghancuran KPK

- detikNews
Kamis, 12 Feb 2015 16:57 WIB
Jakarta - Suara mendukung KPK datang dari bumi Sumatera Barat. Kalangan kampus, ilmuwan dan masyarakat Minangkabau menolak penghancuran KPK secara sistematis.

"Melihat kondisi negara yang semakin 'memanas' akibat terungkapnya tersangka rekening gendut sebagai calon pimpinan Polri dan upaya kriminalisasi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga meliputi teror kepada para pegawai KPK. Melihat itu, masyarakat Sumatera Barat merapatkan barisan untuk membela pemberantasan korupsi dan upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang ingin menghancurkan KPK," jelas Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, Kamis (12/2/2015).

Dalam dukungan KPK itu sejumlah tokoh menandatangani. Mereka yakni Prof. Werry Darta Taifur (Rektor Univ. Andalas), Prof. Gusti Asnan (Dekan Fakultas Ilmu Budaya UNAND), Prof. Syafruddin Karimi (Guru Besar Fak Ekonomi UNAND), Prof. Denny Indrayana (Guru Besar FH-UGM), Dr. Zainul Daulay (Dekan Fakultas Hukum UNAND), Miko Kamal, PhD (Praktisi dan Gerakan Lawan Mafia Hukum), Israr Iskandar (Dosen Sejarah UNAND), Donny Sofyan (Dosen FIB-UNAND), Charles Simabura (PUSaKO FHUA), Esha Tegar Putra (Sastrawan), Heru Jhoni Putra (Sastrawan).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vinno Oktavia (Direktur LBH Padang), Tony Kwok (Mantan Komisioner KPK Hongkong) Dosen-dosen Sastra dan Dosen-dosen Bagian Hukum Tata Negara FH-UNAND, OMBUDSMAN Sumatera Barat, LBH-Padang, UKM Pengenalan Hukum dan Politik UNAND, Mahasiswa Universitas Andalas, Mahasiswa Universitas Eka Sakti, Mahasiswa Universitas Bung Hatta, Khairul Fahmi (LKBH-UNAND).

"Apalagi presiden sebagai pemimpin yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah belum menunjukan sikap tegas. Sementara pihak-pihak yang tidak menyenangi gerak KPK semakin beringas mempertakut KPK. Itu sebabnya kita tidak boleh membiarkan KPK sendirian menghadapi dominasi kalangan korup yang tidak mempedulikan aturan hukum," terang Feri.

"Bahkan peradilan pun membiarkan objek penetapan Tersangka sebagai objek praperadilan padahal dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, penetapan Tersangka bukanlah ranah pra-peradilan tapi ranah peradilan. Langkah lembaga peradilan membiarkan objek penetapan Tersangka disidangkan merupakan pilihan yang mengkhawatirkan," tambahnya.

Melihat itu, lanjut Feri, terkesan bahwa seluruh lapisan masyarakat baik pada cabang legislatif (DPR), eksekutif (Presiden dan Istananya), dan yudikatif (peradilan) dengan membiarkan objek penetapan Tersangka sebagai objek persidangan pra-peradilan. Kondisi itu jelas memperlihatkan KPK dalam kondisi yang sangat genting.

Untuk itu Feri bersama masyarakat Sumbar menghimbau secara moral:

1. Mendesak Presiden menghentikan upaya penghancuran KPK!
2. Presiden harus berdiri pada mandat konstitusionalnya dalam menyelesaikan polemik penghancuran KPK, bukan pada kehendak partai.
3. Polri hentikan kriminalisasi terhadap komisoner KPK.
4. Presiden segera membatalkan penunjukan BG sebagai calon Kapolri dan segera mengajukan calon Kapolri baru yang bebas dari masalah hukum dan kasus korupsi;
5. Presiden Jokowi, copot jabatan Budi Waseso selaku Bareskrim RI.
6. Mendesak Presiden RI untuk memproritaskan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia sebagaimana visi politik Presiden Joko Widodo.
7. Mengimbau secara moral seluruh kalangan akademisi termasuk alumni-alumni fakultas hukum, khususnya alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas yang menjadi hakim pra-peradilan, untuk memutus sesuai ketentuan undang-undang dan berpihak kepada keadilan serta semangat pemberantasan korupsi.

(mok/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads