β"Ketika satu kebijaksanaan Presiden disetujui oleh DPR RI, menurut ahli, apakah ada kewajiban Presiden untuk melakukan yang tadinya dilakukan, atau dia boleh mengambil kebijakan lain?" tanya tim kuasa hukum BG saat sidang, Rabu (11/2/2015).
"Tidak bisa. Orang bilang itu hak prerogatif,β yang namanya hak prerogatif itu tidak bisa dibagi dengan siapa pun, dalam keadaan apa pun dan kapan pun.β Tindakan presiden hanya meresmikan melalui keppres, menetapkan dan meresmikan. Itu yang formil. Lain dari itu tidak bisa. Oleh sebab itu dalam kasus yang ramai saat ini, saya orang yang meminta keras harus begini,"β jawabnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak bisa," jawab Margarito singkat.
"Meskipun dalam posisi menjalankan kewenangannya?" tambah pengacara BG.
"Tidak bisa, tetap tidak bisa. Ini ilustrasi, andai itu kewenangan Presiden maka tidak ada yang bisa hentikan, kecuali diperintahkan konstitusi atau UU. Secara substansi tidak bisa dicegah, sekali pun lembaga independen," kata dia.
"Apa pandangan ahli dari perspektif ketatanegaraan kita ketika Presiden mengambil kebijakan sebagai keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, apakah menurut ahli, Presiden harus mendengarkan atau mengikuti dari lembaga tertentu selain lembaga yang harus menyetujui putusan Presiden?" tanya tim kuasa hukum BG.
"Ini negara hukum. Jelas diatur pasal 1 ayat 3, tidak ada yang bisa, tidak bisa melakukan tindakan di luar konstitusi. Saya ngerti bisa minta pendpaat ke sini, sepanjang itu perintah konstitusi, tidak ada pelanggaran hukum. Sekuat apa pun diminta publik, melanggar konstitusi. Karena apa? Sekali kami membiasakan melanggar konstitusi, kami akan terbiasa melanggar konstitusi. Dasarnya, apakah diperintahkan konstitusi atau tidak," pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, tim biro hukum KPK tidak mengajukan satu pun pertanyaan kepada Margarito. Sidang kembali dilanjutkan dengan menghadirkan saksi ahli keempat.
(rni/ndr)