"Lihat hakimnya, jangan lihat hukumnya," pesan seorang pejabat pengadilan yang tidak mau disebut namanya lewat SMS kepada detikcom, Minggu (1/2/2015).
Pesan pendek itu bukan isapan jempol belaka. Sebab, meski praperadilan sama sekali tidak memiliki kewenangan mengadili sah/tidaknya status tersangka, tapi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), semua ketidakmungkinan bisa jadi kemungkinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 27 September 2012 hakim tunggal Suko Harsono memutus penetapan tersangka Bachtiar tidak sah. Namun kejaksaan tidak mengindahkan putusan praperadilan itu dan Bachtiar tetap diproses dan diadili ke Pengadilan Tipikor. Suko sendiri langsung didemosi ke Maluku atas kesalahannya itu. (Baca:Kalah Praperadilan, Kejagung Laporkan Hakim PN Jaksel ke KY)
Kedua, gugatan praperadilan atas status tersangka Toto Chandra. Pimpinan perusahaan Permata Hijau Group itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditjen Pajak pada 2009. Tak terima dengan penetapan tersangka ini, Toto lalu menggugat dengan mengajukan praperadilan ke PN Jaksel pada Agustus 2014.
Hakim tunggal M Razzad mengabulkan gugatan Toto dan membatalkan penetapan tersangka oleh Ditjen Pajak. Hakim Razzad kemudian dilaporkan ke KY. Namun hingga kini KY belum memutus perkara Razzad. (Baca: Astaga! PN Jaksel Hentikan Penyidikan Kasus Pajak Ratusan Miliaran Rupiah)
Tidak hanya di PN Jaksel, di tingkat MA juga peran hakim sangat menentukan. Berdasarkan KUHAP, praperadilan tidak bisa diajukan peninjauan kembali (PK), sebab PK hanya bisa dimiliki oleh terpidana atau ahli warisnya. Tapi di MA, semua tergantung 'selera' hakim agung.
Kasus itu terjadi pada kasus penggelapan yang dilaporkan warga Hongkong ke Mabes Polri. Karena tidak cukup bukti, Mabes Polri lalu menghentikan penyidikan kasus itu. Tidak terima, pelapor lalu mengajukan gugatan praperadilan dan PN Jaksel memerintahkan membuka kasus itu kembali. Mabes Polri tidak terima dan mengajukan PK.
Siapa nyana, PK itu dikabulkan pada tahun 2013. Duduk sebagai ketua majelis Dr Andi Abu Ayyub Saleh dengan anggota Dr Sofyan Sitompul dan Dr Syarifuddin. Andi Abu Ayyub dan Sofyan merupakan hakim agung yang setuju mengabulkan PK Mabes Polri itu.
"Mengabulkan permohonan PK Kapolri cq Bareskrim cq Direktur II Ekonomi dan Khusus. Menolak permohonan praperadilan Toh Keng Siong," ucap majelis pada 23 Desember 2013 lalu.
Adapun hakim agung Syarifuddin menolak tegas permohonan praperadilan tersebut. Berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP, PK hanya diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
"Oleh karena dalam putusan praperadilan belum ada terdakwanya, melainkan hanya tersangka, karena memang belum mengadili pokok perkara, maka terhadap putusan praperadilan tidak termasuk ke dalam pengertian putusan perkara yang berkekuatan hukum tetap yang dapat diajukan PK," ujar Syarifuddin. (Baca: Kabulkan PK Praperadilan yang Diajukan Mabes Polri, MA Terbelah)
Tidak hanya soal praperadilan, di berbagai kasus 'selera' hakim sangat berpengaruh dalam membuat putusan. Seperti yang diputuskan oleh hakim agung Imron Anwari. Saat mengadili gembong narkoba Hengky Gunawan, ia menganulir hukuman mati dengan alasan hukuman mati melanggar HAM. Tapi saat mengadili gembong narkotika Andrew Chan, hakim agung Imron menyatakan sebaliknya.
"Akan tetapi ayat 2 ICCPR menyatakan di negara-negara yang belum menghapus hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai hukum yang berlaku pada saat dilakukan kejahatan tersebut," putus Imron. (Baca:Inkonsisten, Hakim Agung Imron cs Setuju Hukuman Mati untuk Andrew Chan)
Nah, bagaimana dengan gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan? Pimpinan PN Jaksel telah menunjuk hakim Sarpin Rizaldi akan menjadi hakim tunggal yang memimpin sidang tersebut. Dalam catatan ICW, ia sedikitnya telah memutus 3 perkara kontroversial dan menurut KY, Sarpin telah 8 kali dilaporkan terkait aduan suap.
"Menghadapi perkara ini kan bisa dibilang bukan perkara kecil. Mungkin pimpinan menganggap Pak Sarpin yang paling tepat. Tepat ya, kalau mampu kan semuanya mampu," dalih humas PN Jaksel Made Sutrisna.
Lantas, bagaimanakan putusan yang akan diambil Sarpin?
(asp/fdn)