Arti Strategis 'Persahabatan Politik' KMP dengan Jokowi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Arti Strategis 'Persahabatan Politik' KMP dengan Jokowi

Jumat, 30 Jan 2015 17:58 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Rivalitas antara Koalisi Merah Putih (KMP) melalui personifikasi figur Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampaknya semakin mencair. Bahkan pasca pertemuan di Istana Bogor pada 29 Januari 2014, tersiar kabar bahwa KMP juga berkomitmen membantu mencarikan solusi polemik yang tengah dihadapi Presiden Joko Widodo tersebut.

Komitmen KMP dalam hal ini benar-benar jadi angin segar buat Jokowi yang tengah menghadapi tekanan dari petinggi KIH. Bahkan, KMP semakin merapat erat ke Jokowi. Dalam waktu dekat elite KMP akan menggelar pertemuan dengan Jokowi. Kalau benar seperti yang diisukan ini sebagai bentuk kerjasama lanjutan, maka posisi KIH di pemerintahan bisa terancam.

Oleh karena itu, penulis menilai bahwa pertemuan Ketua Umum Gerindra Letjen Purn Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada 29 Januari 2014 layak disebut dengan 'persahabatan politik' antara Koalisi Merah Putih (KMP) yang saat Pilpres 2014 pernah menjadi kompetitor Jokowi, justru jadi mitra strategis buat Presiden Jokowi. Pertemuan ini memberikan banyak sinyal dan pesan-pesan strategis ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Saja Pesan Strategis Tersebut?

Pertama, rumor yang berkembang selama ini bahwa KMP menghantui Jokowi dengan rencana pemakzulan atau impeachment dalam dua tahun setelah Jokowi menjadi Presiden menjadi terbantahkan, karena dalam pertemuan tersebut Prabowo tidak sungkan menyatakan dukungan penuh ke pemerintah.

Tak hanya itu, Prabowo juga menyematkan predikat pendekar utama pencak silat Indonesia untuk Presiden Jokowi. Pertemuan ini membenarkan adagium politik selama ini yaitu 'tidak ada kawan dan lawan sejati, yang ada hanyalah kepentingan'.

Tampak jelas bahwa kepentingan Jokowi dengan KMP selama ini sama, yaitu mereka sepakat untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia, karena sejak lama terdengar bahwa KMP selalu menegaskan posisi mendukung Presiden Jokowi mengambil keputusan sesuai nurani rakyat. Bahkan, KMP juga berkomitmen membantu mencarikan solusi polemik yang tengah dihadapi Presiden Joko Widodo tersebut.

Kedua, pertemuan tersebut juga menggambarkan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto sama-sama memiliki komitmen tinggi untuk tidak merusak demokrasi di Indonesia. Bahkan mereka memberikan pembelajaran kepada siapapun tentang pentingnya komunikasi, termasuk terhadap mereka yang selama ini menjadi kompetitornya.

Ketiga, penulis sepakat dengan argumen Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto bahwa Presiden selama ini sudah jelas mendapat dukungan dari Koalisi Indonesia Hebat, mulai dari Pilpres hingga pemerintahan berjalan. Namun dalam situasi politik tertentu, Presiden perlu menjalin komunikasi dengan petinggi partai di Koalisi Merah Putih. Seperti Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie (Ical), Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa.

Pertemuan dengan kubu KMP yang memilih sebagai penyeimbang bagi pemerintah menurut Andi memang perlu dilakukan. Tujuannya untuk memastikan bahwa partai politik di KMP memiliki pemahaman yang sama dengan Presiden. Pertemuan ini juga membuktikan Presiden Jokowi sangat menyadari dirinya menjadi Presiden dengan dukungan minoritas, sehingga memandang perlu menjalin komunikasi bersama partai politik di kubu Koalisi Merah Putih yang secara kekuatan di parlamen memang lebih kuat dari Koalisi Indonesia Hebat.

"Presiden sadar betul, Presiden harus memiliki cara sendiri untuk membuat keputusan, karena kekuatan politik yang dimiliki Presiden itu benar-benar tergantung konsistensi antara apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh Presiden, itu yang terjadi sekarang," kata Andi.

Keempat, pertemuan Jokowi-Prabowo Subianto tersebut juga memperlihatkan tekad yang kuat dari Jokowi untuk menepis sejumlah rumor dan sinisme selama Pilpres 2014 yang banyak ditujukan kepadanya seperti 'Jokowi hanya petugas partai' dll. Karena melalui pertemuan tersebut, dalam konteks politik strategis dapat diterjemahkan Jokowi ingin memperkuat bandul-bandul politiknya agar tidak mudah dikendalikan salah satu pihak saja.

Jokowi kemungkinan menyadari betul bahwa posisi politiknya belum kuat dan banyak kalangan menilai dia masih 'dikendalikan' seperti yang dibicarakan banyak orang dalam kasus pemilihan Jaksa Agung yang dinilai Jokowi tidak kuat menolak kemungkinan 'permintaan' Partai Nasdem, karena Prasetyo adalah kader Partai Nasdem. 'Intervensi' terhadap Jokowi juga masih berlanjut dengan penetapan Komjen Budi Gunawan (BG) yang juga mantan ajudan Megawati Soekarnoputri sebagai calon tunggal Kapolri, karena rumor yang beredar di banyak kalangan sebenarnya Presiden Jokowi memilikin calon Kapolri tersendiri dan itu bukan Komjen BG.

Kelima, pertemuan Jokowi-Prabowo juga dapat disebut sebagai terobosan yang brilian untuk mencairkan suasana politik pasca Pilpres 2014 yang diakui atau tidak masih diselimuti perasaan ingin balas dendam. Pencairan suasana politik pasca pertemuan ini sangat bernilai strategis, karena dengan suasana politik yang semakin terjalin baik antara eksekutif melalui Jokowi dengan parlemen yang mayoritas dikuasai KMP, maka diharapkan tidak terjadi 'politik saling menyandera' yang mengakibatkan terganggunya aktivitas pemerintahan dan pengawasan oleh parlemen.

Pertemuan Presiden Jokowi dan Ketum Gerindra Prabowo-Subianto diharapkan berimplikasi positif terhadap perbaikan roda perekonomian dengan menarik investor, dapat memperkuat nilai tukar rupiah dan IHSG, sehingga pada akhinya yang diharapkan untung adalah keseluruhan rakyat Indonesia.

Keenam, melalui pertemuan Jokowi dengan Prabowo tersebut diharapkan Presiden Jokowi akan mendapatkan 'political guarantee' untuk dapat memimpin pemerintahan dengan lebih baik lagi. Karena suprastruktur politik sudah tertata dengan rapi, dan infrastruktur politik akan membaik jika kebijakan-kebijakan Jokowi ke depan terus pro terhadap kepentingan rakyat.

Presiden Jokowi juga akan semakin enak menjalankan hak prerogratifnya, bahkan menata kabinet kembali jika dirasakan kabinet yang sekarang belum sesuai dengan visi dan misinya atau 'kata hatinya'. Yang terpenting, sepanjang kebijakan pemerintah pro terhadap rakyat maka tidak ada alasan untuk mengganggunya.

Last but not least, pertemuan Jokowi-Prabowo juga menegaskan prinsip penting dalam berpolitik yaitu 'sharing is the best way to learn and make a condusive situation'. Akhirnya, rakyat berharap komitmen-komitmen yang sudah disepakati oleh Jokowi dan Prabowo dalam pertemuan 29 Januari 2015 benar-benar direalisasikan, sehingga 'tidak ada penunggang kuda liar yang menunggu di tikungan jalan'.

Semoga. Ayo sama-sama bangun Indonesia. Biarkan pemerintah bekerja dan jangan diganggu. Bagaimana pendapat Anda ?

*) Toni Ervianto adalah alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia.

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads