"Pertama, aturan tentang pasangan calon. Jelas-jelas Perppu menyatakan gubernur, bupati, walikota dipilih sendiri tidak berpasangan. Namun pasal 40 Perppu, calon diajukan berpasangan. Jadi harus ada perbaikan dari Perppu karena 2 pasal bertentangan," kata Aburizal dalam paparannya di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Hadir sekitar 300 orang pengurus Golkar dari tingkat I, kepala daerah dan pimpinan DPRD asal Golkar, serta anggota Fraksi Golkar DPR RI. Tampak di antara kepala daerah itu Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan walikota Tangsel Airin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah kedua, berkaitan dengan penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Belum dipastikan lembaga yang mengadili apakah Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA).
"Ketiga, tahapan penyelenggaraan yang terlalu panjang. Dalam Perppu ada waktu yang panjang karena adanya uji publik, yang saat itu dimaksudkan untuk dipakai manakala Pilada DPRD dilaksanakan," paparnya.
Namun, seharusnya uji publik tidak lagi ada dalam tahapan Pilkada karena sudah disepakati Pilkada tetap digelar langsung oleh rakyat bukan DPRD. "Karena itu dipilih rakyat, maka uji publik tidak diperlukan lagi," kata Ical.
Kemudian terkait jadwal pemilihan. Ada 204 pemilihan kepala daerah yang digelar serentak tahun ini. Ical mempertanyakan kesiapan KPU sebagai penyelenggara juga pihak yang berkepentingan dengan pengamanan.
"Juga ada (usul) jumlah wakil (kepala daerah) yang bisa lebih dari satu, yang mungkin bisa mengganggu efektifitas dan efisiensi pemerintahan daerah," ujarnya.
"Perppu ini dianggap perlu direvisi untuk output terbaik sehingga dalam implentasi tidak menimbulkan masalah dan berlaku efektif," ucap Ical.
"Harus selesai pada masa sidang ini sebelum 18 Februari," tutupnya soal target revisi UU Pilkada.
(iqb/mpr)