Kisah tersebut diceritakan Hanif saat membuka NU Expo 2015 di lingkungan Banjaran, Kelurahan Karangjati, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang pada Sabtu (24/1/2015). Gelak tawa pun mengiringi kisah nyata Menaker itu.
"Suatu ketika, saya ini kan penggemar MU, saya ada acara di Inggris, mampir ke stadion MU. Mau ngasih oleh-oleh terus borong barang asli MU, tidak saya periksa asal ambil yang penting nomor (punggung) beda," kata Hanif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di rumah dibuka, lihat capnya kok 'Made in Indonesia'. Saya beli Rp 700 ribu, di Indonesia Rp 50 ribu. Sing goblok endi, sing pinter endi (yang bodoh siapa, yang pintar siapa-red)," ujarnya diikuti gelak tawa.
Menaker menceritakan pengalamannya itu untuk memberi contoh kurangnya pengolahan produk asal Indonesia terutama pada kemasan. Menurutnya, kemasan sangat berpengaruh dan jelas menambah nilai jual suatu barang.
"Brambang, bawang (bawang merah, bawang putih-red) kalau di-pack bisa tahan lama dan harganya mahal, dipasarkan di supermarket. Indonesia kadang kalah dengan negara lain karena kemasan. Parah lagi kalau produksi dari Indonesia dikirim ke luar negeri kemudian dikemas, diolah, dan dihilangkan label Indonesia-nya. Lalu dikembalikan ke Indonesia dengan harga tinggi," terangnya.
Oleh sebab itu menurut Hanif, pemerintah daerah harus turun tangan memfasilitasi industri-industri kecil agar bisa mengolah dan mengemas produknya dengan baik.
"Bicara industri kemasan, harus ada intervensi pemerintah, ya, Pak Bupati?" tegasnya ditanggapi Bupati Semarang Mundjirin yang langsung berdiri dari duduknya.
Usai memberi sambutan, Hanif kemudian melakukan potong pita tanda dibukanya NU Expo 2015. Hujan deras mengiringi prosesi itu hingga dia harus potong pita di bawah payung. Ia kemudian berkeliling melihat stand hasil produksi warga NU di Kabupaten Semarang.
(alg/nvc)