"Bapak Presiden dan Bapak Menkopolhukam (Tedjo Edy Purdijatno) jangan main-main dengan organisasi Polri. Terus sekarang kejadian seperti ini (Bambang ditangkap polisi -red)," kata Oegroseno di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/1/2015) malam.
Oegroseno memandang mekanisme penentuan calon kapolri tidak diterapkan sempurna oleh Kompolnas. Seharusnya, Jenderal Sutarman tak usah bersedia mundur demi mempertahankan korps kepolisian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, karena Budi Gunawan jadi tersangka dan akhirnya pelantikan Kapolri ditunda, kewenangan Kapolri dipegang oleh Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti. Menurut Oegroseno, Badrodin tak punya wewenang menjalankan kepentingan strategis.
"Tidak bisa. Saya sudah baca, itu hanya melakukan kegiatan adminsitratif sehari-hari," kata Oegroseno.
Demi mengakhiri silang-sengkarut akibat pencalonan Budi Gunawan, Jokowi harus menjaring calon kapolri baru. "Maka seharusnya segera Pak Presiden menjaring calon kapolri baru," kata Oegroseno.
Menurut Oegroseno, Jokowi bisa segera mengeluarkan dekrit presiden untuk menjaring calon kapolri. Penjaringan bisa dilakukan oleh Tim dan hasilnya diserahkan Presiden. Tak lupa pula, Presiden harus meminta masukan KPK, PPATK, dan Kompolnas. Jangan sampai calon kapolri punya rekening gendut mencurigakan.
"Kemarin itu startnya sudah salah, pencalonan Kapolri dari Menkopolhukam. Menkopolhukam juga salah. Kembalikan ke UUD 1945, atau dekrit presiden kembali ke UUD 1945 dimana penjaringan ulang, cari siapa yang punya prestasi-prestasi dan karir kerjanya bagus, sesuai kepangkatan," tutur Oegroseno.
(dnu/mad)