"Bila teman-teman melihat di mana letak perpustakaan di sekolah yang bangunannya sudah kuno, pasti dibelakang. Ini di DKI lho," ujar Wakil Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto.
Hal itu disampaikan Sopan dalam diskusi Meningkatkan Minat Baca Siswa DKI Jakarta dalam Rangka Peningkatan Kulaitas SDM di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (22/1/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perpustakaan itu harus diletakkan paling depan. Menjadi learning center," imbuhnya.
Sementara Staf Bidang Pembinaan Badan Perpustakaan Arsip Daerah Ari Imansyah mengamini pernyataan Sopan. Menurutnya jumlah buku yang banyak belum tentu bisa meningkatkan minat baca jika keadaan perpustakaan tidak nyaman.
"Kita telah memperjuangkan agar minat baca tinggi dengan ini (membuat perpustakaan daerah yang bagus). Sekarang kadang bukunya banyak tapi yang minat bacanya dikit. Kemudian ketika bukunya dikit, yang minat bacanya banyak," tutur Ari.
Sedangkan Pengamat Pendidikan Yosa Istriadi menambahkan, filosofi perpustakaan adalah memperkenalkan buku. Ia juga menyayangkan anak-anak sekarang lebih memilih internet ketimbang buku sebagai alat belajar, padahal ilmu yang bertebaran di internet belum tentu benar.
"Peran perpustakaan itu memperkenalkan buku kepada siswa. Sekolah itu bagaimana memperkenalkan perpustakaan dengan buku. Kalau misalnya sekolah mau unggul, ada di buku," beber Yosa.
"Ada buku gratis di sekolah, sekolah gratis kurang begitu menghargai. Kelemahan kita, masih memandang setengah mata terhadap profesi pustakawan. Padahal mereka mempunyai analisis terhadap user yang ingin membaca buku," tandas dia.
(rna/nwk)