Dengan memakai busana muslim berwarna putih, sekitar pukul 16.30 wib ribuan warga tumplek blek di jantung kota Simpang Lima Banyuwangi. Untuk kemeriahan pawai ini, diperkirakan ada 568 buah ancak dengan telur yang berjumlah lebih dari 7 ribu butir.
Dengan menggemakan sholawat, festival endhog-endhogan kali ini tidak lagi mengedepankan pawai tetapi lebih menghidupkan kekerabatan sesama umat. Ribuan endhog (telur) dan ancak itu lalu diarak dari 5 penjuru yang berbeda dan dimakan bersama warga. Selain itu, perayaan ini juga serentak dilaksanakan di 24 kecamatan Banyuwangi.
"Mudah-mudahan hujan hari ini tidak menyurutkan semangat kita untuk terus membesarkan Banyuwangi. Saya bangga tradisi endhog-endhogan yang dulu hanya tradisi di desa bisa dikemas modern dan kita bisa berbagi bersama seluruh warga Banyuwangi," ungkap Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat membuka festival Endhog-Endhogan, Sabtu, (17/1/2015).
Sedikitnya, ada 18 kelurahan ikuti pawai mengarak ancak dan dum-duman endhog ini. Endog-endhogan yang merupakan tradisi masyarakat Banyuwangi ini telah dijalankan sejak puluhan tahun lalu. Filosofi dan makna dari tradisi ini juga miliki nilai-nilai Islam yang kuat.
Erni dan 8 temannya yang ikut dalam perayaan ini mengaku jika Festival Endog-Endogan merupakan acara tahunan yang bisa mengandung filosofi Islam yang mendalam. Salah satunya yaitu tentang simbol kehidupan dan kerukunan antar sesama.
"Perayaan ini membuat kami semakin mengerti tentang arti kerukunan, guyub (akur) dengan sesama dan berbagi dengan umat lainnya," tandasnya.
(fat/fat)